Ih dasar Alif bercandanya kelewatan. Sayang ... gulinya disimpan di bagasi.
Mobil berhenti di depan rumah makan 'Bakakak Abah'. Alif mengajakku ke luar mobil untuk makan siang. Ingin rasanya menolak karena aku tidak berselera untuk makan, tapi bunyi di perutku tidak bisa diajak kompromi.
Dengan langkah gontai tak bersemangat, aku mengikuti Alif menuju rumah makan. Tampak, seorang pria paruh baya sedang memanggang bakakak ayam sembari mengipasinya. Aroma khas bakakak menguar, membuat cacing dalam perutku meronta-ronta minta makan. Seorang wanita paruh baya, menyambut Alif dengan ramah. Terlihat mereka berbincang akrab. Wanita itu tersenyum ke arahku, lalu mempersilakan duduk.
Aku memilih duduk di tikar khas lesehan dengan meja pendek berbentuk lingkaran, sepertinya cukup nyaman jika dipakai menyantap makanan.
Satu buah bakakak yang telah dipotong-potong menjadi beberapa bagian terhidang di meja. Seorang perempuan muda berhijab modis membawa dua buah cobek berisi karedok leunca dan rujak kacang panjang. Kedua makanan itu membuat salivaku hampir menetes.
Aku makan dengan lahapnya. Sudah beberapa hari aku kehilangan selera makan, karena beban pikiran. Karedok leunca dan rujak kacang membuatku menyendok nasi kembali.
Sekilas aku melirik Alif. Dia tersenyum melihat tingkahku. Aku tak peduli dengan apa yang dia pikirkan. Aku pura-pura cuek sembari melanjutkan makan.
Setelah selesai makan dan membayar, kami pamit kepada pemilik rumah makan untuk melanjutkan perjalanan.
Mobil Alif kembali membelah jalanan. Aku mengambil tisu di dashboard mobil, lalu mengelap wajah yang basah oleh keringat.
"Kamu kapan sakitnya tahu-tahu udah mamayu (napsu makan setelah sembuh)?" Alif membuka percakapan sambil terkekeh.
Senang amat Alif membercandaiku. Pake menyebut mamayu lagi. Mungkin dia tahu kata itu dari omanya.
"Iya, kemarin aku sakit. Sakitnya di dalam sini," jawabku asal sambil memegangi dada.
Alif kembali terkekeh.