Part 5
Dengan sedikit mengentakkan kaki, aku pun melangkah ke ruang tengah. Tampak Alif duduk bersila, berdampingan dengan Bapak di atas tikar. Emak dan Bik Nenih sibuk menyiapkan makanan.
“Mak, ada yang bisa Tiara bantu?” Aku menawarkan diri meringankan pekerjaan Emak.
“Wios Yok, duduk wae tuh di samping si Abang,” sahut Emak sembari meletakkan piring-piring di tengah tikar.
Alif melirik ke arahku. Bibir tipisnya mengukir senyum. Dia melambaikan tangan dan memberi isyarat, agar aku duduk di sampingnya.
“Maafkan kami Bang, sarapannya hanya nasi dan lauk kampung seadanya,” ucap Emak sembari duduk di samping Bapak.
“Nggak apa-apa, Mak. Saya justru lebih suka makan dengan asin dan lalapan.” Jawaban Alif sepertinya basa-basi haya untuk menyenangkan hati wanita yang melahirkanku itu.
“Mak, Bik Nenih sama Mang Kardi mana?” Aku celingukan ke arah pintu dapur.
“Mereka juga lagi berjamaah makan bersama tetangga yang membantu membereskan bekas hajatan,” tukas Emak sembari menyendok nasi ke dalam piring, lalu menyodorkannya di depan Bapak.
“Yok, hayo atuh dialas si Abangna,” titah Bapak
Aku menyendok nasi, lalu meletakkan piring di depan Alif.