Mohon tunggu...
Empi Muslion
Empi Muslion Mohon Tunggu... Administrasi - pengembara berhenti dimana tiba

Alang Babega... sahaya yang selalu belajar dan mencoba merangkai kata... bisa dihubungi : empimuslion_jb@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber 2] Denting Biola Hitam

27 November 2015   15:56 Diperbarui: 27 November 2015   15:56 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bimbingnya aku masuk kedalam gubuknya, di tunjukkannya sebuah dipan kecil dengan bulu bulu binatang menjadi kasurnya, di suruhnya aku berbaring disana. Setelah itu, di bimbingnya aku ke dapurnya, di bukanya tutup nampan tempat beras yang banyak belatungnya, di sampingnya ada tulang tulang berserakan, bulu burung hantu, kulit beruang, rempah daun jilatang, sempat juga aku lihat seperti ada jantung, hati, usus dan isi perut lainnya, apakah itu isi perut binatang atau manusia, aku tak tahu.

Semakin hari semakin banyak keanehan digubuk nenek, tidak bisa aku cerna dengan akal sehat. Sering aku melihat kepala-kepala manusia melayang-layang di langit-langit gubuk nenek, suara-suara melolong meminta tolong dan menjerit-jerit, tangan-tangan tanpa lengan berjalan di dinding gubuk.  Aku tak berani lari dari gubuk nenek, semakin hari aku merasa semakin tertawan di gubuk ini, kakiku berat untuk meninggalkan tempat ini. Nenek seperti telah mananamkan ramuan sihirnya kepadaku.

***

Malam bulan purnama, aku di kerumuni oleh kelelawar-kelelawar berparas jelita, telinga dan badannya berbalur darah bercampur nanah,  mereka melilitku dengan bulu sayapnya yang dipenuhi rambut yang sangat tengik. Mereka membawaku, ke tengah altar yang dihiasi bara api, mereka berdansa dan bersuka cita, aku dilempar-lemparnya ke atas langit-langit, mereka ketawa gembira, berdansa, kecicikan, sampai aku terhempas dalam lumpur yang sangat anyir, aku coba merangkak keluar dari lumpur. Kugapai balok-balok yang bergelantungan, aku terpapar diatas tanah, busuk sekali.

Kurasakan ada hawa panas menempel di pundakku, aku terkesiap, kulihat ada sosok sangar Kepala Desa Sadikin dan Dokter Zaldi, menyeringai kepadaku. Mereka telanjang bulat, kulihat kesela dua kakinya, perkutut pejantannya tidak ada lagi menjuntai , darah mengalir di sela selangkangannya. Mereka berdua saling cakar-cakaran, setelah itu saling tertawa terbahak-bahak, mereka bersiul-siulan seperti remaja yang kasmaran. Mereka melayang kearahku, menatapku penuh nafsu, matanya jelalatan, secepat kilat, tangannya  menggerayangiku, lalu, mereka menindihku, merobek bajuku,  menjilatiku penuh nafsu,  dari mulutnya keluar darah, nanah, air liur, membasahi tubuhku.

Aku berusaha memberontak, ingin berteriak, tapi lidahku kelu, kakiku kaku, badanku gemetar. Tanganku menggapai-gapai, berusaha mengambil apa yang bisa aku dapatkan, tanganku menempel kedinding, seketika Kepala Desa Sadikin berkelabat menginjak tanganku, hingga tanganku terbenam kedalam tanah, dalam kepasrahan tanpa daya, tanganku memegang suatu benda di dalam tanah, sepertinya pernah aku pegang benda itu, tusuk konde. Secepat kilat kekuatanku muncul, aku berteriak.

“lariiii kau setaaaan...!!”

“hentikan tarian keserakahanmu…!!”

“hentikan taring kerakusanmu…!!”

“hentikan tamak kekuasaanmu..!!”

“entaskan nyayian kemunafikanmu...!!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun