Mohon tunggu...
Supriyatna
Supriyatna Mohon Tunggu... Penulis - Emosi diujung pena

Menjadi bijak bukan dengan cara mengkritik atau Menasehati Orang lain, Menjadi Bijak berani memberi Solusi bagi permasalahan Orang Lain. " Karena Nasehat bukanlah Solusi, Jadi jangan memberi Solusi dengan cara memberi Banyak Nasehat"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Emosi di Ujung Pena

20 Mei 2020   16:46 Diperbarui: 20 Mei 2020   16:50 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata Pengantar

Asalamu'alaikum wr wb , salam santun kepada seluruh pembaca.

syukur Alhamdulillah atas izin dan Ridho Allah swt maka Tulisan ini dapat saya selesaikan dan persembahkan kepada para pembaca.

Dan tidak lupa syafaat serta sholawat saya haturkan kepada Nabi Muhammad Saw . Karena kehadirannyalah kita semua menjadi umat manusia yang terlepas dari zaman kegelapan.

dan karena Beliau pula saya menjadi semangat untuk meluapkan kreativitas di ujung pena ini.

semoga kisah yang tertoreh melalui goresan pena ini dapat bermanfaat dan juga kita sekalian dapat mengambil hikmah pelajaran dari isi cerita yang saya sajikan ini.

Jakarta , 20 mei 2020
        Supriyatna
                          *****

                          BAB I
                Hati Tak Bertuan

Sore itu Aku bersandar di sebuah dermaga Tua , tempat dimana Aku dan Dirinya pernah saling bersandar lelah, melepas penat dan juga berbagi cinta dan kasih.

Dan saat ini pun dengan suasana yang tiada jauh berbeda ketika itu,

di temani semilir angin yang behembus perlahan, dan deru ombak yang sedang bertikai.
dan juga di sajikan oleh pemandangan beberapa perahu Nelayan yang sedang berjuang melawan kawanan Ombak di tengah lautan.

Aku menghela nafas dan menghembuskannya, sesekali melihat Suasana yang perlahan berganti , ketika sang tuan pemarah dengan sinarnya mulai bersembunyi di balik bahu sang lautan.
memancarkan cahaya yang begitu merona dan menghadirkan ragam keindahan kepada setiap mata yang memandangnya.
Aku terhanyut dalam keindahan itu , sehingga aku terkaget oleh bara rokok yang perlahan membakar jariku.
panasnya bara itu membangunkanku dalam lamunan, dan aku kembali menghisap rokokku dan menghembuskan asapnya ke udara.

Hari mulai Gelap , bertanda malam akan datang menghampiri dan menggantikan si tuan pemarah .
Aku masih tetap bersandar di dermaga tua ini.
dan memandangi bintang - bintang yang perlahan mulai keluar dari persembunyiannya.
Bagaimana mungkin sang malam senantiasa membenahi bintang - bintang , tanpa adanya keluh dan juga resah pada dirinya.
Sungguh kian indah lukisan malam oleh tangan sang Pencipta.
Namun seketika bintang bintang itu pun perlahan menghilang dari pandangan, karena terhalangi oleh segumpalan awan hitam nan tebal.
mungkin sebentar lagi akan turun hujan.
Aku merindukan rintikan itu , aku takkan beranjak , biarkanlah hujan turun membasahi bumi ini.
dan benar saja , tidak lama akhirnya hujan pun turun.
Perhatianku tertuju kepada laut lepas itu, memperhatikan sang Nelayan yang sedang kerjuang melawan pertikaian kawanan ombak yang kian mengganas , seakan - akan hendak menelannya.
Dan Dengan saat yang bersamaan Angin pun berhembus kian dasyatnya, dan juga cahaya kilat yang begitu mengejutkanku.

Aku berdiri dan berlari menghampiri sebuah mercusuar yang sudah lama tidak berfungsi.
dan bersandar dalam lamunan di tengah Hujan malam itu.
Aku jadi teringat saat aku baru pertama kali mengenal Dia saat itu.

Kala itu aku masih bekerja di Perusahaan percetakan di sebuah kota besar.

suatu Pagi ...

Jam weker membangunkan tidurku , dan aku bergegas untuk mandi, selang beberapa menit Aku pun langsung tancap gas sepeda motorku menuju rumah rekan kerjaku yang tidak jauh dari tempatku bekerja.

Aku hendak mengambil sebuah Flasdisk yang dimana di dalamnya ada file pekerjaan yang harus segera di kerjakan.

sepanjang jalan aku memperhatikan keadaan yang memang sudah biasa menjadi sarapan pagiku , yakni macet teramat sangat.

untuk mengisi kejenuhan dan merefresh otak di tengah kemacetan , aku pun mendengarkan musik kesangan .
dari Nea metra band.

sepanjang jalan aku mendengarkan lagu itu dan ku putar berulang ulang,
sesekali aku menyanyi kecil.

" Biarkanlah Ku sendiri ..
Jangan ganggu Aku lagi ... "

cacian kecilku membelah kemacetan pagi itu.

dan Satu jam kemudian aku pun sampai di rumah kawanku.

" tok...tok....tok...."

Suara pintu yang ku ketuk.

" Woy Dani ... udeh jam berapa ini ? Gila bener dah ah , mentang mentang libur seenak jidad luh tidur "

Teriak ku sambil terus mengetuk pintunya.

tak lama berselang akhirnya temanku pun terbangun dan membukakan pintunya.

" Ah elu sen , Gua kira Kolektor Motor ". Jawab deni masih setengah mengantuk.

" Hahahahaha.... Emangnya tampang gua cocok apa jadi tukang tagih Hutang" candaku dan langsung masuk kerumahnya , meski belum di persilahkan  masuk.

maklumlah aku dan deni sudah seperti saudara , jadi bagi kami berdua sah sah saja.

aku pun duduk di ruang tamu , dan menunggu deni cuci muka dulu.

aku melihat lihat sekitar ruangan dan pandanganku tertuju kepada rak tv , dimana di atas rak tersebut ada tiga buah Handphone,

" Nah itu Gua mau jual tuh, buat bayar motor gua ."

Seru deni mengejutkanku,

" ah luh itu kebiasaan , giliran bayar motor selalu jual barang, Pea luh " sahutku

sambil memeriksa Handphone yang mau di jualnya.
dan aku pun tertarik pada salah satu handphone.

" nah ... nah ... ini den Gua demen , Elegan Cool Cowo banget "

sambil memberitahu salah satu handphone miliknya.

" Luh tau aja , itu kan Handphone pakean gua sue "

jawabnya.

" Gua mau bayarin Hp luh , bukan pakaian luh Ngehe.."

ledekku sambil tetap memegang handphone miliknya.

" yaudeh tau aja luh hp yang banyak nomor cewenya , klo mau sini duitnya satu juta "

gerutunya

aku pun kaget mendengar harga dari handphone yang kupegang.

" Gila luh jual hp dah kaya jual apaan aja, nih gua ada gope, itung itung harga persaudaraan iya gak ? hehehehe"

jawab ku meledek di iringi tawa kecil.

" luh mah sen sen ,,, Setiap luh beli barang gua, tawaran luh selalu Afgan "

gerutunya lagi sambil mengambil handphone yang aku pegang.

" lagu luh dah kaya orang bener, eh iya Afgan Apaan ? "

jawab ku di iringi tanya

" Sadisssssssss ngehe "

jawabnya cetus

" wkwkwkwkwk dasar pentol korek bisa gajah luh, udeh gope langsung nih Cash On Delivery , Gratis Ongkir tanpa Bensin, tanpa ribet tawar menawar"

Seruku sambil menaruh uang di atas meja, karena aku tahu temanku yang satu ini kalo dia udah kepepet , terus melihat uang di depan mata pasti dia khilaf.

" Hm....yaudah lah ... dari pada kaga, gua tau luh mau nomor cewe cewe kan ujung ujungnya "

jawabnya sambil mengambil uang di meja, dan mencopot kartu sim di handphonenya.

" yaudeh , klo bukan luh gak bakal nih gua jual hp, apa lagi gope sue "

gerutunya terus .

" si pea , bukan karena gua kali, karena luh juga butuh buat bayar motor pea."

jawabku sambil meledeknya dan mengambil handphone ditangannya.

dan memasang kartu sim ku.

" oh iya gua jadi lupa , mana Flasdisk yang mau di kerjain ? "

Tanyaku di sela sela aku menyalakan handphone.

" Oh iya , sebentar gua ambil."

jawabnya sambil berjalan menuju kamarnya.

Bersambung .....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun