Mohon tunggu...
Supriyatna
Supriyatna Mohon Tunggu... Penulis - Emosi diujung pena

Menjadi bijak bukan dengan cara mengkritik atau Menasehati Orang lain, Menjadi Bijak berani memberi Solusi bagi permasalahan Orang Lain. " Karena Nasehat bukanlah Solusi, Jadi jangan memberi Solusi dengan cara memberi Banyak Nasehat"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Emosi di Ujung Pena

20 Mei 2020   16:46 Diperbarui: 20 Mei 2020   16:50 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menghela nafas dan menghembuskannya, sesekali melihat Suasana yang perlahan berganti , ketika sang tuan pemarah dengan sinarnya mulai bersembunyi di balik bahu sang lautan.
memancarkan cahaya yang begitu merona dan menghadirkan ragam keindahan kepada setiap mata yang memandangnya.
Aku terhanyut dalam keindahan itu , sehingga aku terkaget oleh bara rokok yang perlahan membakar jariku.
panasnya bara itu membangunkanku dalam lamunan, dan aku kembali menghisap rokokku dan menghembuskan asapnya ke udara.

Hari mulai Gelap , bertanda malam akan datang menghampiri dan menggantikan si tuan pemarah .
Aku masih tetap bersandar di dermaga tua ini.
dan memandangi bintang - bintang yang perlahan mulai keluar dari persembunyiannya.
Bagaimana mungkin sang malam senantiasa membenahi bintang - bintang , tanpa adanya keluh dan juga resah pada dirinya.
Sungguh kian indah lukisan malam oleh tangan sang Pencipta.
Namun seketika bintang bintang itu pun perlahan menghilang dari pandangan, karena terhalangi oleh segumpalan awan hitam nan tebal.
mungkin sebentar lagi akan turun hujan.
Aku merindukan rintikan itu , aku takkan beranjak , biarkanlah hujan turun membasahi bumi ini.
dan benar saja , tidak lama akhirnya hujan pun turun.
Perhatianku tertuju kepada laut lepas itu, memperhatikan sang Nelayan yang sedang kerjuang melawan pertikaian kawanan ombak yang kian mengganas , seakan - akan hendak menelannya.
Dan Dengan saat yang bersamaan Angin pun berhembus kian dasyatnya, dan juga cahaya kilat yang begitu mengejutkanku.

Aku berdiri dan berlari menghampiri sebuah mercusuar yang sudah lama tidak berfungsi.
dan bersandar dalam lamunan di tengah Hujan malam itu.
Aku jadi teringat saat aku baru pertama kali mengenal Dia saat itu.

Kala itu aku masih bekerja di Perusahaan percetakan di sebuah kota besar.

suatu Pagi ...

Jam weker membangunkan tidurku , dan aku bergegas untuk mandi, selang beberapa menit Aku pun langsung tancap gas sepeda motorku menuju rumah rekan kerjaku yang tidak jauh dari tempatku bekerja.

Aku hendak mengambil sebuah Flasdisk yang dimana di dalamnya ada file pekerjaan yang harus segera di kerjakan.

sepanjang jalan aku memperhatikan keadaan yang memang sudah biasa menjadi sarapan pagiku , yakni macet teramat sangat.

untuk mengisi kejenuhan dan merefresh otak di tengah kemacetan , aku pun mendengarkan musik kesangan .
dari Nea metra band.

sepanjang jalan aku mendengarkan lagu itu dan ku putar berulang ulang,
sesekali aku menyanyi kecil.

" Biarkanlah Ku sendiri ..
Jangan ganggu Aku lagi ... "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun