Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

M. Sanusi pun Bernyanyi (Sumbang)

4 April 2016   10:05 Diperbarui: 4 April 2016   11:41 1810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: tempo.co dan harianterbit.com"][/caption]

Beberapa hari terkahir, khususnya empat hari menjelang akhir pekan kemarin, atmosfir politik Indonesia dihebohkan dengan berita penangkapan Anggota dan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohammad Sanusi (M. Sanusi). Media arus utama (mainstream), televisi dan media cetak, menjadikan kasus itu sebagai headline news.

Dalam sekejap kasus sebelumnya menjadi sedikit terlupakan seperti kasus La Nyalla yang mangkir hadir untuk diperiksa sebagai tersangka di Kejati Jatim dan malah kemudian ngacir dan sekarang menjadi borun(an). Tapi saya berharap kasus La Nyalla ini jangan sampai hilang dari pantaun kita, sehingga terlupakan. Tentang La Nyalla buron saya ingin menulis artikel tersendiri.

***

Pada beberapa media TV Swasta Nasional memberikan porsi waktu yang cukup banyak untuk mengupas tuntas OTT yang melibatkan anggota dan Ketua Komisi D DPRD DKI, M. sanusi itu. Malah sebagian besar menempatkan pada waktu-waktu utama (prime time(s)).

Tak ketinggalan pula media online (medsos), facebook, twiter, instragram, dll., berlomba mencoba mengupas kasus OTT anggota DPRD DKI itu menurut perspektif masing-masing. Atmosfir politik Indonesia menjadi hiruk pikuk.

Sang anggota DPRD, M. Sanusi, dalam sekejap “dinobatkan” menjadi aktor utama, di samping aktor utama lainnya, seperti KPK. M. Sanusi ditunjuk dan berperan sebagai aktor protagonis dan KPK berada pada titik seberangnya sebagai aktor antagonis. Disebut antagonis karena KPK bertindak untuk menghentikan niat jahat nan korup dari orang-orang yang bermental serakah.

Meski di tengah-tengah media berlomba untuk “menguliti” salah satu kontestan konvensi calon gubernur Muslim ini, yang menurut pengakuannya lebih santun daripada Ahok, ada porsi pemberitaan tentang penyanderaan Anak Buah Kapal asal Indonesia yang diculik kelompok Abu Sayyaf. Tapi hal itu, tidak mengurangi rasa ingin tahu (curiosity) publik terhadap perilaku M. Sanusi. Mengingat ia pada setiap kesempatan dan di mana saja sering sekali mengklaim dirinya bersih, jujur, dan santun.

Bahkan pernah dalam sebuah acara TV swasta ia hadir sebagai narasumber ketika ditanyakan oleh host, bila ia bertarung sama Ahok, M. Sanusi dengan sangat mantap dan meyakinkan menjawab pasti menang.

Alasannya itu tadi, selain ia bersih, jujur, dan santun, dan yang paling penting Muslim, menurutnya Ahok memang tidak pantas. Terlalu banyak label stigmatis yang disandang Ahok. Ahok kapir, berethnis China, mulutnya bau comberan, kasar, tempramental, terindikasi korupsi dalam kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW), dan masih banyak lagi yang lainnya. Pembaca boleh dan dipersilahkan untuk menambahkan deretan predikat negatif yang disandang Ahok.

***

Sungguh sangat disayangkan, semua klaim kelebihan ala M. Sanusi, tak lebih dari isapan jempol belaka. Ia yang sering berkoar-koar berteriak Ahok (memang) maling (lihat di sini), ternyata ada sesuatu yang ia sembunyikan dalam mulutnya. Mulutnya yang berbusa-busa berteriak tentang maling ternyata mengeluarkan aroma yang tidak sedap sehingga memancing KPK bergerak untuk menangkap dan memeriksanya. KPK mungkin penasaran, sebenarnya ada apa dengan mulut M. Sanusi sehingga mengeluarkan aroma tidak sedap itu?

Rupanya, M. Sanusi lupa dengan filosofi jari tangan. Bahwa ketika kita mengacungkan salah satu jari tangan untuk menunjuk orang lain, pada saat yang bersamaan masih ada empat jari tangan lainnya yang terlipat sedang menunjuk ke arah kita. Dengan begitu, seharusnya setiap orang lebih berhati-hati menuding orang lain, karena bisa jadi hal tersebut akan berbalik mencakar wajah kita sendiri. Jika sudah demikian, seperti kejadian OTT KPK itu, maka wajah M. Sanusi kemudian menjadi “tercabik” kena cakaran sendiri.

***

Tapi bukan koruptor namanya kalau tidak bisa mengelak dari tudingan. Berusaha membersihkan nama baik dengan berbagai dalih ala koruptor.

Biar “getah” yang sudah terlanjur mencampakkan reputasinya selama ini tidak hanya dia yang menaggung, maka M. Sanusi tak patah arang. Dalam kesulitan seperti sekarang, muncul ide untuk menyeret orang lain supaya dapat masuk dalam pusaran kasus yang sedang membelitnya. Terutama dapat menyeret lawan politiknya, pihak eksekutif.

Maka dalam pemeriksaan KPK, M. Sanusi pun “bernyanyi”. Menurutnya, dalam kasus OTT yang menjerat dirinya itu terlibat pula pihak lain. Bahwa proses “negosiasi” dalam pembahasan Raperda Reklamasi itu, dengan konsesi uang pelicin yang diterimanya dari pihak Agung Podomoro Land (APL), menurutnya ada mediator (penghubung (PHB)).

Kayak dua orang sejoli yang sedang kasmaran dalam masa penjajakan saling pedekati, pasti membutuhkan PHB. Dan menurut M. Sanusi, dalam kasusnya tersebut juga ada PHB yang mengatur dan merencanakan semua proses serah terima “konsesi”.

Dapat diduga dan diterka bahwa pihak yang bertindak menjadi PHB itu menurut M. Sanusi adalah eksekutif. Publik pun pasti langsung tahu, siapa yang sedang dibidik oleh M. Sanusi untuk masuk dalam pusaran kasus APL ini. Targetnya, ya biar impas, eksekutif yang dimaksud itu adalah tokoh yang selama ini dipersepsikan sebagai pemimpin yang tidak santun. Setidak-tidaknya orang yang sangat dekat, kalau tidak boleh dikatakan tangan kanan dari sang pemimpin itu. Siapa lagi kalau bukan Ahok, lawan politik yang harus dihentikan langkahnya sebelum maju bergerak lebih jauh dalam pencalonan Pilkada DKI.

***

Tak salah M. Sanusi pernah menjadi anggota dan kader Partai Demokrat. Banyak pelajaran penting yang telah ia peroleh ketika bergabung dengan Partai Demokrat. Tak terkecuali ilmu tentang bagaimana menyeret orang lain supaya dapat merasakan “penderitaan” yang sedang dialaminya.

Kasus proyek Hambalang yang melibatkan kader Partai Demokrat, M. Nazaruddin (M. Nazar) adalah contohnya. M. Nazar tidak ingin “angpao” yang telah dibagikan kepada kolega-koleganya dari hasil “menyunat” proyek Hambalang, imbasnya hanya dia yang menanggungnya. Maka M. Nazar pun bernyanyi, berceloteh, dan terbukti kemudian beberapa kader terbaik Partai Demokrat harus menyusul dia masuk hotel prodeo. M. Nazar sungguh sangat paham dan mengerti sehingga mampu mengamalkan dengan baik, pepatah lama, “berat sama dipikul ringan sama dijinjing”.

***

Sebagai Mantan bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazar telah memberikan pelajaran yang sangat berharga. Pelajaran dan ilmu itu kemudian diserap oleh M. Sanusi. Dan M. Sanusi pun ingin mempraktekkan “ilmu shaolin” ala M. Nazar itu.

Ketika diperiksa oleh penyidik KPK sehubungan dengan kasus suap oleh APL, M. Sanusi pun mengeluarkan jurus  “ilmu shaolin” ala M. Nazar. Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa kasus suap yang membuatnya tertangkap tangan oleh KPK, adalah tidak terlepas dari peran pihak ketiga sebagai PHB. Pihak yang dimaksud itu adalah eksekutif. Dan eksekutif tersebut yang bertindak sebagai PHB dalam merencanakan  dan mengatur lancarnya operasi serah terima (OST) itu adalah eksekutif yang merupakan orang dekat Gubernur DKI.

Dengan begitu publik pun menjadi paham dan mengerti bahwa oarng yang sedang disasar M. Sanusi adalah Ahok. Tentang kebenaran tudingan itu bukan menjadi soal, mau kena di mana nanti peluru itu soal lain, yang penting tembak saja dulu. Siapa tahu, peluru itu kemudian “berlari sendiri” dan nyasar, kemudian pas kena kepada orang, sesuai dengan yang diinginkannya. Meski orang yang “diinginkan” itu, tidak terkait sedikit pun. Baginya, sama rasa sama rata. Daripada nyemplung sendirian di dalam kubangan kotor, biar siapa saja yang ada didekatnya juga turut pula ditarik masuk. Begitulah aksioma umum tentang filosofi orang kepepet.

***

Tidak masalah M. Sanusi harus menyebut siapa yang turut serta merencanakan, mengatur, dan kemudian mengeksekusi sebuah tindakan kejahatan, apalagi tindak pidana korupsi. Kita dan publik harus mendukung itu, agar semua kebobrokan dalam pengelolaan manajemen pemerintahan dapat terungkap tuntas. Siapa pun yang terindikasi terlibat tindak pidana korupsi harus diseret untuk mempertanggung jawabkan perilaku hazard itu.

Kita pun harus berbesar hati untuk menerima kenyataan dari nyanyian M. Sanusi, meski akibatnya harus menyeret orang yang selama ini dipersepsikan bersih dan jujur. Meski nyanyian M. Sanusi kedengarannya sumbang, KPK harus berusaha menelusuri semua kemungkinan keterlibatan pihak lain. Tak terkecuali (mungkin) Ahok.

Wallahu a’lam bish-shawabi

Ya sudah, selamat membaca, …

Makassar, 04  April  2016

Oleh: eN-Te

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun