Sungguh sangat disayangkan, semua klaim kelebihan ala M. Sanusi, tak lebih dari isapan jempol belaka. Ia yang sering berkoar-koar berteriak Ahok (memang) maling (lihat di sini), ternyata ada sesuatu yang ia sembunyikan dalam mulutnya. Mulutnya yang berbusa-busa berteriak tentang maling ternyata mengeluarkan aroma yang tidak sedap sehingga memancing KPK bergerak untuk menangkap dan memeriksanya. KPK mungkin penasaran, sebenarnya ada apa dengan mulut M. Sanusi sehingga mengeluarkan aroma tidak sedap itu?
Rupanya, M. Sanusi lupa dengan filosofi jari tangan. Bahwa ketika kita mengacungkan salah satu jari tangan untuk menunjuk orang lain, pada saat yang bersamaan masih ada empat jari tangan lainnya yang terlipat sedang menunjuk ke arah kita. Dengan begitu, seharusnya setiap orang lebih berhati-hati menuding orang lain, karena bisa jadi hal tersebut akan berbalik mencakar wajah kita sendiri. Jika sudah demikian, seperti kejadian OTT KPK itu, maka wajah M. Sanusi kemudian menjadi “tercabik” kena cakaran sendiri.
***
Tapi bukan koruptor namanya kalau tidak bisa mengelak dari tudingan. Berusaha membersihkan nama baik dengan berbagai dalih ala koruptor.
Biar “getah” yang sudah terlanjur mencampakkan reputasinya selama ini tidak hanya dia yang menaggung, maka M. Sanusi tak patah arang. Dalam kesulitan seperti sekarang, muncul ide untuk menyeret orang lain supaya dapat masuk dalam pusaran kasus yang sedang membelitnya. Terutama dapat menyeret lawan politiknya, pihak eksekutif.
Maka dalam pemeriksaan KPK, M. Sanusi pun “bernyanyi”. Menurutnya, dalam kasus OTT yang menjerat dirinya itu terlibat pula pihak lain. Bahwa proses “negosiasi” dalam pembahasan Raperda Reklamasi itu, dengan konsesi uang pelicin yang diterimanya dari pihak Agung Podomoro Land (APL), menurutnya ada mediator (penghubung (PHB)).
Kayak dua orang sejoli yang sedang kasmaran dalam masa penjajakan saling pedekati, pasti membutuhkan PHB. Dan menurut M. Sanusi, dalam kasusnya tersebut juga ada PHB yang mengatur dan merencanakan semua proses serah terima “konsesi”.
Dapat diduga dan diterka bahwa pihak yang bertindak menjadi PHB itu menurut M. Sanusi adalah eksekutif. Publik pun pasti langsung tahu, siapa yang sedang dibidik oleh M. Sanusi untuk masuk dalam pusaran kasus APL ini. Targetnya, ya biar impas, eksekutif yang dimaksud itu adalah tokoh yang selama ini dipersepsikan sebagai pemimpin yang tidak santun. Setidak-tidaknya orang yang sangat dekat, kalau tidak boleh dikatakan tangan kanan dari sang pemimpin itu. Siapa lagi kalau bukan Ahok, lawan politik yang harus dihentikan langkahnya sebelum maju bergerak lebih jauh dalam pencalonan Pilkada DKI.
***
Tak salah M. Sanusi pernah menjadi anggota dan kader Partai Demokrat. Banyak pelajaran penting yang telah ia peroleh ketika bergabung dengan Partai Demokrat. Tak terkecuali ilmu tentang bagaimana menyeret orang lain supaya dapat merasakan “penderitaan” yang sedang dialaminya.
Kasus proyek Hambalang yang melibatkan kader Partai Demokrat, M. Nazaruddin (M. Nazar) adalah contohnya. M. Nazar tidak ingin “angpao” yang telah dibagikan kepada kolega-koleganya dari hasil “menyunat” proyek Hambalang, imbasnya hanya dia yang menanggungnya. Maka M. Nazar pun bernyanyi, berceloteh, dan terbukti kemudian beberapa kader terbaik Partai Demokrat harus menyusul dia masuk hotel prodeo. M. Nazar sungguh sangat paham dan mengerti sehingga mampu mengamalkan dengan baik, pepatah lama, “berat sama dipikul ringan sama dijinjing”.