Mohon tunggu...
Elvira AkmaliaFirdausy
Elvira AkmaliaFirdausy Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkawinan & Perjanjian Perkawinan dalam Islam

8 Maret 2024   21:11 Diperbarui: 8 Maret 2024   21:23 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Elvira Akmalia Firdausy

HKI 4D/222121128

untuk memenuhi tugas book review mata kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia, yang diampu oleh bapak Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.

BAB I: Perkawinan Dalam Islam 

Salah satu istilah yang dibentuk dari kata "pernikahan". Kata benda (nomina) pernikahan berasal dari bahasa Arab, seperti nakaha, yankihu, dan nikahan. Selain itu, istilah al-jam'u dan al-dhamu, yang masing-masing berarti kumpul, mengacu pada istilah nikah. Aqdu al-tazwij, yang berarti akad nikah, mewakili arti nikah (Zawj). Nikah didefinisikan dalam ilmu fikih sebagai suatu perjanjian (akad) yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan memakai kata-kata (lafaz) nikah atau tazwij. 

Terdapat larangan dalam perkawinan, yaitu apabila terjadi perkawinan antara laki-laki dan Perempuan yang masih masih muhrim atau mahramnya, antara lain:

Di haramkan sebab keturunan, yaitu

Ibu & seterusnya keatas

Anak Perempuan & seterusnya

Saudara Perempuan sedarah

Di haramkan sebab sesusuan

Ibu yang telah menyusuinya

Saudara Perempuan yang memiliki hubungan persusuan

Di haramkan sebab ada alasan yang kuat

Ibu mertua

Anak tiri

Perempuan yang telah pernah di nikahi ayah, kakek

Di haramkan bagi laki-laki untuk menikahi perempuan sementara waktu

Menikahi Perempuan bersaudara dalam waktu yang bersamaan

Menikahi Perempuan beda agama

Menikahi Perempuan yang masih memiliki pertalian nikah dengan laki-laki lain

Menurut hukum Islam, tujuh asas menentukan hukum perkawinan Islam yang sah bagi orang Islam di Indonesia, yaitu:

Atas personalitas keislaman berfokus pada penggolongan hukum yang mengatur tentang individu dan keluarga yang melekat berdasarkan agama pribadi sebagai hak insani atau hak adami (hak manusia).

Asas kesukarelaan

Asas persetujuan dimaksudkan bahwa sejak awal Islam (abad ke-7 Masehi), hukum Islam sangat menghormati HAM dalam hal perkawinan. 

Asas kebebasan memilih pasangan berdasarkan persetujuan dan kesukarelaan

Asas kemitraan adalah untuk mewujudkan keluarga Sakinah, mawaddah wa rahmah, bukan untuk menguasai satu sama lain.

Asas monogami, suami dapat memiliki lebih dari satu istri, dengan maksimal empat.

Asas untuk selama-lamanya, mengatakan bahwa perkawinan harus dilakukan untuk selama-lamanya, bukan hanya untuk sementara waktu.

Adapun syarat dan rukun pernikahan, yaitu:

Rukun pernikahan

Adanya kedua calon mempelai

Adanya wali nikah

Adanya ijab Kabul

Adanya mahar

Syarat pernikahan menurut UU Perkawinan no.1 Tahun 1974

Pernikahan dilakukan menurut kepercayaan 

Pernikahan harus dicatatkan, (pasal 2 ayat 1)

Untuk pernikahan bagi laki-laki yang sudah beristri maka harus mendapat izin dari pengadilan, (pasal 2 ayat 2)

Pernikahan yang belum mencapai 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua, (pasal 3 ayat 2 dan pasal 27 ayat 2)

Pernikahan diizinkan apabila laki-laki sudah berumur 19 tahun dan wanita sudah berumur 16 tahun, (pasal 7 ayat 1)

Dalam ajaran Islam, pernikahan pasti memiliki tujuan. Berikut adalah tujuan pernikahan menurut Islam:

Mendapatkan keturunan legal yang akan melanjutkan dan mengembangkan manusia

Mengizinkan hubungan seksual antara pria dan wanita untuk memenuhi kebutuhan tabiat kemanusiaan

Memenuhi panggilan agama dan menjaga diri dari dosa dan kerusakan.

Memupuk keinginan untuk bertanggung jawab atas penerimaan hak dan kewajiban serta keinginan untuk memperoleh kekayaan yang sah.

Menciptakan sebuah keluarga yang Sakinah, waddinah dan warahmah

BAB II: Perjanjian Perkawinan Dalam Islam

 Dalam hukum Islam, perjanjian disebut akad, yang berasal dari kata "aqd", yang berarti mengikat, menyambung, atau menghubungkan. Perjanjian dalam bahasa Indonesia berasal dari kata janji, yang berarti kesediaan dan komitmen yang diungkapkan. Perjanjian kemudian didefinisikan sebagai persetujuan yang dibuat oleh dua atau lebih pihak secara tertulis atau lisan. 

Perjanjian perkawinan adalah persetujuan yang dibuat oleh kedua calon mempelai pada waktu atau sebelum pernikahan, dan masing-masing berkomitmen untuk mematuhi semua yang tercantum dalam persetujuan yang disahkan oleh pegawai pencatat nikah. Perjanjian perkawinan ini juga disebut sebagai perjanjian pranikah atau prenuptial agreement. 

Perjanjian perkawinan berlaku sejak pernikahan dilakukan dan biasanya mengatur bagaimana harta kekayaan pasangan akan dibagi jika perceraian atau salah satu pasangan meninggal. Perjanjian ini juga biasanya mengatur bagaimana semua masalah keuangan keluarga akan diurus selama pernikahan.

 Pasal 29 UUP menyatakan bahwa:

Kedua belah pihak dengan persetujuan bersama, dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatatan pernikahan pada waktu sebelum perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersebut terlibat.

Perjanjian tidak dapat disahkan jika melanggar hukum, agama, atau kesusilaan.

Perjanjian ini berlaku mulai saat perkawinan dilangsungkan.

Perjanjian tidak dapat diubah selama perkawinan, kecuali kedua belah pihak menyetujuinya dan pengubahan tidak berdampak negatif pada pihak ketiga.

 Manfaat dari penjanjian perkawinan, yaitu:

Perjanjian perkawinan berguna untuk melindungi secara hukum harta bawaan masing-masing pihak, dengan adanya perjanjian perkawinan maka akan mudah untuk membedakan mana harta gono-goni dan yang mana harta milik pribadi.

Perjanjian perkawinan berguna untuk melindungi aset dan kondisi ekonomi keluarga, semisal apabila terjadi penyitaan aset dikarenakan bangkrut maka dengan adanya perjanjian perkawinan akan membuat ekonomi keluarga bisa stabil/aman.

Perjanjian perkawinan juga berguna untuk Perempuan (istri), karena dengan adanya perjanjian perkawinan maka keadilan dan juga hak-hak istri akan terlindungi.

Perjanjian perkawinan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

Apabila jumlah harta kekayaan lebih banyak daripada salah satu pihak

Apabila masing-masing pasangan membawa harta bawaan yang cukup banyak

Apabila masing-masing memiliki usaha sendiri

Karena adanya hutang-piutang sebelum terjadinya perkawinan sehingga masing-masing harus bertanggung jawab atas utang tersebut

Secara etimologi kedua kata taklik dan talak berasal dari bahasa Arab, masing-masing bermakna meninggalkan, memisahkan, dan melepaskan ikatan. Kata taklik talak, di sisi lain, berarti menggantungkan sesuatu dengan sesuatu atau menjadikannya tergantung pada sesuatu. Namun dalam KBBI, taklik talak berarti pernyataan jatuhnya talak atau cerai sesuai dengan perjanjian perkawinan (karena melanggarnya).

Perjanjian taklik talak perkawinan Islam sudah diatur dalam kitab rumusan KHI, tetapi unsur-unsurnya sama dengan perjanjian dalam KHU Perdata adalah perjanjian umum. Namun, taklik talak berbeda dengan perjanjian umum dalam hal tertutupnya setelah kedua belah pihak membubarkan kesepakatan. Ini ditunjukkan oleh Pasal 46 ayat 3 yang menyatakan bahwa taklik talak bukan suatu perjanjian yang harus dilakukan pada setiap perkawinan. Namun, jika taklik talak telah ditetapkan, tidak dapat dicabut kembali. 

Tiga syarat taklik, atau perjanjian, yang diperlukan untuk kedudukan taklik talak terhadap wanita dalam rumah tangga: 

Harus didasarkan pada hal-hal yang belum ada, tetapi akan ada jika digantungkan atas perkara yang belum ada, talaknya akan jatuh pada saat taklik diucapkan.

Perempuan yang akan ditalak tetap dalam kekuasaan dan ikatan perkawinan suaminya saat taklik talak diucapkan.

Suami dari istri yang akan ditalak dianggap sebagai suami sahnya.

Taklik talak dibagi ke dalam dua macam yaitu: 

Taklik Qasmi adalah taklik yang dimaksudkan seperti janji karena mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar.

Taklik Syarthi adalah taklik yang dimaksudkan menjatuhkan talak jika telah memenuhi syarat. Syarat sah taklik yang dimaksud di sini perkara yang belum ada, tetapi mungkin terjadi di kemudian hari, hendak istri ketika lahirnya akad talak dapat dijatuhi talak dan ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan istri berada dalam pemeliharaan suami.

Pengaruh taklik talak untuk kedudukan wanita dalam rumah tangga:

Kedudukan harta perkawinan

Percampuran

Hubungan hipotik antara harta pribadi dan harta kolektif

Tanggung jawab suami untuk menyediakan keperluan rumah tangga

Pembagian harta gono-gini

Secara yuridis formal, persetujuan pembacaan dan tanda tangan di bawah sighat taklik talak adalah suatu tanggungjawab, jika suami istri menyetujui perjanjian perkawinan, itu juga harus dipenuhi sepanjang tidak ada bentuk paksaan.

Taklik talak berperan sebagai pemindahan hak dan alat perlindungan istri

Istri dapat menetapkan salah satu syarat perkawinan, dan akan menggunakan untuk menceraikan dirinya sendiri atas nama suaminya. Hak istri berguna bagi istri apabila suami melanggar salah satu syarat atau meninggalkannya, ketika suami melanggar taklik talak dan istri tidak rela maka istri diperbolehkan untuk melakukan tindakan hukum. 

Dengan adanya taklik talak ini membuat suami tidak dapet berwenang-wenang terhadap istri sebab hal ini telah melanggar hak asasi manusia dan sudah masuk ke dalam bentuk diskriminasi terutama bagi Perempuan. 

Pengaruh taklik talak terhadap kedudukan Wanita dalam rumah tangga

Bagaimana peran taklik talak dalam melindungi Perempuan dalam kedudukannya sebagai istri apabila suatu waktu terjadi perilaku semena-mena dari suami sehingga menyebabkan perceraian. Hakim memiliki otoritas penuh untuk memutuskan perceraian dalam sistem hukum positif.

Menurut Sajuti Thalib, suami memiliki hak untuk menjatuhkan talak namun dengan taklik talak ini, istri mendapat  wewenang penjatuhan talak untuk suami, meskipun mungkin terbatas dalam beberapa kasus. Ketika keadaan rumah tangga membuat istri tertekan, istri dapat mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama karena suami melanggar salah satu syarat taklik talak.

Taklik talak menghindari istri dari kekerasan dalam rumah tangga

Terdapat faktor-faktor yang menyebkan KDRT, yaitu:

Laki-laki di latih untuk menjadi kuat dan berani sehingga membuat mereka merasa berkuasa atas dirinya sendiri dan yang lainnya.

Kebudayaan yang ada di Indonesia mendorong perempuan untuk bergantung pada laki-laki khususnya dalam hal ekonomi, hamper sepenuhnya hal tersebut di bawah kuasa laki-laki sehingga membuat mereka bisa berbuat semena-mena terhadap Perempuan.

Banyak Masyarakat yang menggap bahwa kasus KDRT hanya masalah sepele dan itu hanya persoalan masalah antara suami dan istri sehingga orang lain tidak boleh untuk mencampuri persoalan itu, dan hal ini lah yang membuat kejahatan rumah tangga terus berlangsung.

Banyaknya kesalahpaham agama yang mengganggap laki-laki boleh menguasai Perempuan. 

BAB III: Aplikasi Perjanjian Perkawinan Dalam Islam Pada Masyarakat Melayu Sambas

 Kerajaan Islam Sambas memiliki masyarakat yang kuat dengan prinsip Islam. Lahirnya ulama-ulama terkenal seperti Syekh Ahmad Khatib Sambasi dan maharaja imam Sambas Muhammad Basuni Imran, bersama dengan beberapa lainnya, membuat Sambas dijuluki "Serambi Mekah".

Suku Melayu Sambas adalah kelompok orang Muslim berbudaya melayu yang tinggal di sebagian besar wilayah Kabupaten Sambas. Suku Melayu Sambas termasuk dalam rumpun suku Melayu Tua secara linguistik.

Terdapat beberapa pendapat tokoh agama dan juga orang awan melayu sambas yang pro maupun kontra dengan sighat taklik talak sebagai perjanjian perkawinan dalam islam. 

Pro terhadap taklik talak sebagai perjanjian perkawinan dalam islam

Pada responden pertama mengungjkapkan alas an menyetujui adanya taklik talak sebagai perjanjian perkawinan karena membri perlindungan terhadap istri, dan mengucapkan taklik talak saat menikah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjalankan janjinya, beliau juga mengatakan bahwa taklik talak sangat relevan, karena jaman saat ini masih banyak suami yang tidak menjalankan kewajibannya kepada istri. 

Responden pertama juga menceritakan bahwa beliau juga mengucapkan taklik talak sebab itu adalah sebuah putusan pemerintah dan MUI tidak melarang, dengan adanya taklik talak tidak membuat rugi kedua belah pihak dalam pernikahan dalam membina rumah tangga yang Sakinah, mawaddah dan warahmah.

Kemudian responden kedua menyampaikan bahwa beliau menyetujui taklik talak dalam perkawinan supaya hak-hak istriterpenuhi secara lahir dan batin dalam membina rumah tangga, beliau bertekad untuk membina rumah tangga yang baik dan bisa membawa ketentraman.

Lalu responden ketiga menyampaikan bahwa dengan adanya taklik talak bias menjadi bukti keseeriusan sang suami kepada istri, sebab masih banyak Tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan juga meninggalkan istri selama bertahun-tahun dan tidak pulang dengan alasan bekerja. 

Selain itu tokoh agama yang dijadikan responden juga mengatakan bahwa taklik talak adalah penggantungan talak yang tidak dapat dibatalkan kecuali syarat yang ditetapkan dalam penggantungan tersebut terpenuhi. Dan setelah seorang istri mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama, talak diputuskan.

Di dalam perkawinan, suami tidak diwajibkan untuk mengucapkan taklik talak terhadap istrinya. Dan penghulu atau pegawai pencatat nikah tidak boleh memaksa suami untuk mengucapkannya. Dengan adanya taklik talak suami tidak dapat lagi meninggalkan istrinya bepergian dalam waktu yang lama, sebab istri dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama.

Kontra terhadap taklik talak sebagai perjanjian perkawinan dalam islam

Pada responden pertama mengungkapkan alasannya tidak setuju terhadap taklik talak adalah karena hal tersebut tidak diatur didalam al-Qur'an dan hadis, menurutnya taklik talak tidak perlu diucapkan saat menikah sebab lebih baik suami mengucapkan janji seperti memberi nafkah dengan baik dan menyayangi istrinya selamanya, beliau juga mengatakan bahwa jika taklik talak di ucapkan maka itu sama saja memiliki prasangka yang buruk terhadap rumah rangga yang dijalani. 

Selain itu menurut beliau taklik talak tidak relevan sebab dengan adanya taklik talak maka seorang istri akan memiliki hak untuk menceraikan suaminya sehingga membuat terjadinya banyak kasus perceraian dikarenakan adanya taklik. 

Responden yang kedua juga menyampaikan alasan beliau tidak menyetujuinya adalah karena tidak ada alasan kuat tentang wajib untuk membaca isi taklik talak dan juga dengan adanya perjanjian tersebut akan membuat masalah dalam rumah tangga sebab telah terikat. 

Kemudian responden yang ketiga, beliau tidak menyetujui taklik talak sebab hal tersebut tidak diatur di dalam agama mauapun UU perkawinan, menurutnya dengan ada atau tidak adanya taklik talak perkawinan tetap sah. Beliau juga menambahkan bahwa taklik talak tidak relevan sebab akan mengganggu psikologis istri dan membuat istri memiliki hak dan juga berani untuk menggugat cerai suaminya. 

Dilihat dari realitanya, perkembangan pada Masyarakat Melayu Samba banyak mengalami permasalahan yang bisa saja di alami suami ataupun istri saat menjalani kehidupan rumah tangga, maka dengan adanya taklik talak dapat menjadi solusi untuk melindungi hak masing-masing terkhusus pada istri. 

Didalam perkembangannya taklik talak tidak hanya berfokus mengenai hak materi saja, tetapi juga mengenai kedepulian tentang nafkah batin yang di terima dari pasangan. Sehingga dengan adanya taklik talak dapat memberikan kesempatan untuk saling terbuka dan saling jujur terkait masalah nafkah lahir atau keuangan. 

Di Indonesia, perjanjian taklik talak memiliki nilai-nilai dasar seperti keuntungan, keadilan, dan kepastian hukum. Mereka juga memiliki nilai-nilai transcendental, seperti:

Taklik talak didefinisikan sebagai perjanjian yang didasarkan pada syarat yang bertujuan untuk melindungi istri dari tindakan bahaya pihak suami.

Hukum Islam telah melembagakan taklik talak sebagai alasan perceraian sejak zaman sahabat. Sebagian besar ulama setuju bahwa itu sah.

Substansi sighat taklik talak yang ditetapkan oleh Menteri Agama dianggap telah memenuhi syarat untuk penilaian yang memadai dari perspektif asas hukum Islam dan esensinya dari Undang-Undang Perkawinan.

Berdasarkan Staatblad 1882 Nomor 152, lembaga taklik talak di Indonesia telah berlaku secara yuridis formal sejak zaman Belanda hingga merdeka. Dengan berlakunya Impres Nomor 1 Tahun 1991 dari Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang mengatur taklik talak, taklik talak sekarang dianggap sebagai hukum tertulis.

BAB IV: Fenomenologi Analisis Argumentasi Masyarakat Melayu Pro dan Kontra Terhadap Perjanjian Perkawinan Dalam Islam

Di Indonesia sendiri alasan adanya pemberlakuan taklik talak adalah untuk menekan Tindakan sewenang-wenang dari suami terhadap istri karena banyak korban yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dengan adanya taklik talak maka suami tidak bisa berlaku sewenang-wenangnya dan juga tidak bisa berlaku kasar seperti menyiksa dan memukuli istri tanpa alasan tertentu sebab istri dapat mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama.

Namun pendapat lain mengatakan bahwa dengan adanya pemberlakuan taklik talak membuat tingkat perceraian semakin meningkat dikarenakan emosi istri yang meledak-ledak sehingga dengan adanya taklik talak membuat istri merasa memiliki hak untuk menggugat cerai suaminya dengan alasan sang suami telah melanggar sighat taklik talak sebagai perjanjian perkawinan. 

Menurut fenomena di lapangan, taklik talak menawarkan keuntungan bagi seorang istri. Meskipun ada pro dan kontra di kalangan Masyarakat Melayu Sambas di Desa Tebas Sungai, taklik talak tidak melanggar aturan atau melanggar hukum Islam sebagai landasan normatif. 

Namun, tidak diragukan lagi bahwa perjalanan rumah tangga sering mengalami kesulitan, yang biasanya menyebabkan perpisahan atau perceraian dengan cara menalak istrinya. Talak sudah ada sejak zaman jahiliah, tetapi pada saat itu merupakan hak otonom kaum laki-laki.

Dalam pengucapan taklik talak sendiri hukumnya jaiz, yaitu di perbolehkan tetapi tidak di wajibkan maupun tidak dilarang. Dengan adanya taklik talak maka dapat memberikan wawasan terhadap suami-istri tentang bagaimana menghindari perceraian di dalam rumah tangga sehingga dapat menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. 

Taklik Talak sebagai Landasan Normatif

Seperti yang dinyatakan dalam penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974, perjanjian perkawinan telah diubah, atau setidaknya diterapkan, karena taklik talak termasuk salah satu jenis perjanjian perkawinan dalam Islam dan perlu lagi menjadi dasar sebagai perjanjian perkawinan dalam masyarakat Melayu Sambas yang telah hilang secara historis.

Pasal 46 Kompilasi Hukum Islam jauh mengatur persyaratan berikut:

Isi taklik talak tidak boleh bertolak belakang dengan hukum islam 

Apabila keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak benar-benar terjadi kemudian, taklik talak tidak dengan sendirinya jatuh.

Perjanjian taklik talak bukan syarat untuk setiap perkawinan, tetapi taklik talak yang telah dibuat tidak dapat dicabut kembali.

Pada Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan seperti yang disebutkan di atas, tidak menyebutkan hal-hal yang dapat diperjanjikan secara eksplisit kecuali menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak dapat disahkan jika melanggar batas-batas hukum dan kesusilaan. Ini berarti telah mencakup semua hal, asalkan tidak bertentangan dengan hukum atau kesusilaan. Dengan demikian, salah satu syarat yang dapat dimasukkan ke dalam perjanjian perkawinan adalah taklik talak, karena taklik talak juga tidak bertentangan dengan hukum, agama, adat, atau kesusilaan.

Taklik Talak sebagai Landasan Aplikatif

Dalam masyarakat Melayu Sambas di Desa Tebas Sungai, sebelum suami mengucapkan sighat taklik talak, suami akan meminta izin dari istrinya dan orang tua perempuan agar janji yang diucapkannya dapat disaksikan saat akad nikah. 

Setelah mendapatkan izin dari istri dan orang tua perempuan, barulah seorang suami melakukan tanggung jawabnya dengan berikrar mengucapkan isi sighat taklik talak di hadapan istrinya. Apabila seorang suami menandatangani sighat taklik talak setelah ijab kabul, dia dianggap telah melakukan perjanjian yang berlaku sebagai hukum baginya. 

Setelah aturan tentang bagaimana istri dapat bertindak sesuai dengan ketentuan dalam sighat taklik talak ketika suami melanggarnya, istri tetap harus menggugat cerai dengan segala prosedur formal, bersama dengan hak banding, kasasi, bahkan peninjauan kembali suami.

Kesimpulan:

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isti dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974.

Perjanjian perkawinan adalah persetujuan yang dibuat oleh kedua calon mempelai pada waktu atau sebelum pernikahan, dan masing-masing berkomitmen untuk mematuhi semua yang tercantum dalam persetujuan, yang disahkan oleh pegawai pencatat nikah.

Salah satu manfaat taklik talak adalah bahwa itu melindungi hak-hak istri dari tindakan suami yang tidak pantas. Menurut Kamal Muktar, apabila gugatan istri beralasan dan terbukti beralasan, hakim akan memberikan putusan perceraian. 

Dengan kata lain, taklik talak akan memberikan akibat hukum. di Indonesia, yang masih menghormati tradisi timur. Perjanjian ini juga dianggap tidak biasa, kasar, materialistik, egois, tidak etis, dan tidak sesuai dengan adat Islam dan ketimuran, antara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun