Â
"Hal tersebut penting dilakukan karena bencana pasti berdampak pada lingkungan, seperti gempa, banjir, tanah longsor, dll, entah itu disebabkan karena manusia atau perubahan iklim. Dewasa ini bencana kebanyakan disebabkan karena tingkah manusia sendiri." -- Tri Hermi -- 19 Tahun.
Â
Kedua narasumber tersebut pernah mengalami bencana kabut asap yang diakibatkan dari kebakaran hutan di lahan gambut, seperti yang terjadi di Riau, Palembang, Jambi, dan Kalimantan Tengah.
Dalam menyikapi bencana diperlukannya tahapan manajemen, terdapat dua tahap manajemen akni manajemen resiko dan manajemen krisis. Manajemen resiko meliputi kesiapsiagaan mitigasi, dan pencegahan yang nantinya dapat memberika perlindungan, kenyamanan bagi masyarakat yang terkena bencana.Manajemen risiko ini erat hubungannya dengan perencanaan pembangunan oleh pemerintah pusat daerah antara lain Badan NasionalPenanggulangan Bencana (BNPB), Bupati, Badan Pengelolaan Bencana Daerah (BPBD), Kepala Dinas Sosial, Kominfo, Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglimas), Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia TNI), Camat, Kepala Desa, komunitas-komunitas pedulibencana, dan masyarakat hal tersebut dituliskan Puji Lestari dan teman-teman dalam jurnalnya dengan mengangkat dari kasus erupsi Gunung Sinabung yang terjadi sekarang ini (Lestari,dkk, 2016, h.63).
 "Komunikasi lingkungan di daerah bencana tidak lepas dari tingkat pengetahuan dan sikap tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bencanalingkungan, baik bencana lingkunganfisik maupun lingkungan masyarakat dan pemerintah. Pengetahuan adalah dasar pembentukan keyakinan. Keyakinan tersebut pada tahap berikutnya menjadi bahan pertimbangan untuk menentukansikap dan perilaku, termasuk sikap dan perilaku tangguh bencana."- (dalam Lestari,dkk, 2016"
Dalam pelaksanaan Komunikasi bencana dengan fokus pada komunikasi lingkungan di dalamnya dapat dilakukan dengan melihat detail dari situasi dan kondisi daerah terjadinya bencana. Pada saat terjadinya peristiwa bencana tentu infrastruktur akan mengalami gangguan sehingga akan sulitnya berkomunikasi dengan pihak luar, maka dari itu perlu dibuatnya komunitas khusus dalam penanganan lingkungan. Komunitas ini dirasa lebih baik jika dibuat ditingkat masing-masing rukun warga atau juga rukun tetangga. Hal tersebut dilihat dari segi kedekatan dengan lokasi bencana dan juga karena mereka pastinya merupakan bagian dari masyarakat yang tercakup dalam daerah bencana. Tingkat RW / RT dipilih selain karena kedekatan dari aspek geografis juga dari aspek psikologis, dan lingkungan yang akan ditanganipun dalam lingkup yang tidak terlalu luas.
Gerakan komunitas tersebut akan dimulai dengan komunikasi lingkungan dalam komunikasi kebencanaan yang mana sudah dilakukan prabencana, saat-bencana, an juga pasca-bencana. Komunikasi tersebut dilakukan untuk memberikan informasi terkait dengan penjagaan lingkungan yang rusak karena peristiwa bencana. Tingkat yang lebih didekat dipilih karena mereka lebih memahami kondisi lingkungan mereka sendiri dan lebih mengenal masyarakat di daerah tersebut. Lewat komunikasi juga masyarakat diharapkan mau membangun kesepahaman antara satu dengan yang lainnya.
III. Â Â Â Â Â Â Kesimpulan
Perlu ditekankan juga bahwa menjaga lingkungan setelah terjadinya bencana juga merupakan hal yang penting, karena jika tidak dapat memunculkan kerusakan atau penyakit. Contohnya saja banjir, orang-orang cenderung terlihat menyelamatkan pakaian mereka, dan keperluan sehari-hari. Membersihkan daerah yang terkena banjir dengan benar merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan. Untuk itu edukasi masyarakat tidak hanya berfokus pada penyelesaian bencananya tetapi juga pada lingkungan sekitar mereka juga diperlukan. Dalam pelaksanaan mitigasi bencana semestinya diperlukan komunikasi lingkungan untuk menyampaikan maksud hingga terjadinya penerimaan pesan antara masyarakat.
Lewat komunikasi lingkungan pada upaya mitigasi bencana juga diberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa bencana tidak selalu dalam bentuk yang besar dan juga tidak selalu dikarenakan faktor alam, tetapi juga dikarenakan perilaku manusia yang sembarangan dalam menjaga lingkungan.Â