Sunyi kembali kedalam rumah. Ada banyak naskah yang harus diselesaikan. Kicauan Murai itu telah membunuh perlahan-lahan hatinya. Sunyi duduk dalam kesendirian mencari ketenangan dalam dunia imaji yang tidak mudah ditebak oleh para Murai. Murai. Sesekali berkicau dalam kesunyian dalam lorong-lorong gelap menatap sanggar dan bibir menyunging mengatur siasat. Membunuh!ya, membunuh Sunyi dalam kesunyian di lorong gelap.
***
"Entahlah apa istilahmu. Di pagi itu kau menuangkan sejumput resah. Tak peduli Sunyi yang kini telah banyak berubah. Kita harus tetap menghukumnya,"terang Murai di balik jendela.
"Tuhan. Hidup seperti apa ini?. Murai-murai itu menerkamku dari belakang" kata Sunyi menengadahkan tangannya ke langit.
"Tuhan. Tolong keluarkan aku dari kegelapan ini,"sambung Sunyi terisak-isak dalam kesunyian.
Air mata menganak sungai membasahi pipi Sunyi dalam kesunyian dalam kicauan Murai dibalik semak-semak. Jendela, ya. Dia baru sadar Murai-murai pergi melayat ke negeri tetangga dan seekor anak Murai diberi tunjangan. Murai betina tampak lasak dan penuh gelagak menukik-nukik di balik dinding jendela berpesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H