Pertama, saya akan mulai mereview buku ini dari sudut pandang metode fenomenologi. Berdasarkan sudut pandang fenomenologi, buku ini terletak pada bab pertamanya dengan topik "Aku dan Etnisitas". Penulis menceritakan bahwa Banten adalah etnisitas dimana beliau dilahirkan, lengkap dengan bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda Banten atau Sunda kasar, agama yang dianut sebagain besar orang Banten adalahÂ
Islam, juga berbagai tradisi yang dilakukan orang Banten seperti tradisi perkawinan, tradisi ketika seorang anak lahir, upacara kematian, dan tradisi sunatan untuk anak laki-laki sebagai tanda menjelang akil-balig. Penulis pun menuliskan sejarahÂ
Banten lengkap mulai dari Banten pada masa kerajaan Hindu Tarumanegara sampai Banten tahun 2000-an dengan bahasa yang mudah dimengerti. Pada bab kedua buku ini dengan topik "Aku Sebagai Muslim" penulis menceritakan perjalananÂ
dan pengalamannya sebagai seorang muslimah. Dimulai dari pelajaran-pelajaran tentang Islam yang penulis dapat dari kecil hingga kuliah, sekolah dan universitas yang penulis tempuh, hingga pengalaman sebagai muslim minoritas
 di Finlandia. Beliau sempat ditanya tentang asal hingga agama saat di pesawat dari Belanda ke Finlandia oleh seorang laki-laki Finlandia. Setelah laki-laki itu mengetahui bahwa penulis beragama Islam, lantas laki-laki tersebut bertanya,Â
"mengapa anda tidak menggunakan cadar?" yang orang itu pikir setiap muslim harus menggunakan cadar. Laki-laki tersebut juga menanyakan pertanyaan yang seperti menyudutkan citra buruk Islam di mata orang Barat, seperti tentang orang Islam itu poligami.
Selanjutnya pada bab ketiga buku ini dengan topik "Aku Sebagai Perempuan". Di sini penulis menceritakan tentang pengalamannya menjadi perempuan dan tentang emansipasi perempuan, juga muslimah feminis. Penulis menceritakan 'Nenekku Inspirasiku' yang merupakan bagian dari emansipasi perempuan dimana menurutnya nenek-lah yang berpengaruh memberikan pelajaran tentang bertahan pada prinsip hidup yangÂ
diyakini kebenarannya dan perlunya hidup lurus untuk orientasi nulai-nilai hidup. Penulis juga menceritakan pengalamannya sebagai perempuan dengan budaya dan tekanan yang kuat terutama dari ayahnya. Beliau sempat bersih tegang dengan ayahnyaÂ
karena ayahnya selalu memaksakan kehendak kepada anak-anak dan istrinya. Karena hal itu, beliau pun jatuh sakit dan putus asa akan hidupnya. Tetapi dengan semangat dari ibu dan kasih sayang suami, akhirnya beliau dapat bangkit danÂ
harus tetap bertahan hidup. Semenjak kejadian itu, ayahnya pun berubah dan tidak pernah lagi memaksakan kehendaknya kepada anak-anaknya dan mulai belajar tentang kesetaraan gender hingga menjadi pembicara dan penasehat untukÂ
masyarakat tradisional. Beliau melihat bahwa ayahnya telah berperan cukup efektif sebagai pembela perempuan. Terakhir pada bab keempat dengan topik "Aku Sebagai Anak Bangsa" penulis menceritakan bagaimana pengalamannya merasakan pergolakanÂ