Review Buku "Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas"
Identitas Buku :
Judul        : Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas
Pengarang    : Neng Dara Affiah
Penerbit      : Nalar Jakarta 2009
Kota Terbit    : Jakarta
Tahun Terbit   : 2009
Tebal Buku    : 122 halaman
Pada kesempatan kali ini saya akan mereview buku karya Neng Dara Affiah yang berjudul "Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas" yang diterbitkan pada tahun 2009. Neng Dara Affiah merupakan seorang penulis, pengajar peneliti, serta aktivis yang memiliki banyak karya. Banyak karya beliau yang terkenal, salah satunya adalah buku ini. Buku ini sangat lengkap dan dapat dipelajari dari beberapa sudut pandang,Â
seperti sudut pandang berspektif gender, sudut pandang metode fenomenologi, dan dari sudut pandang metode biografi. Secara garis besar buku ini menceritakan perjalanan hidup penulis yang dikemas dalam bentuk karya yang menarik.Â
Walaupun buku ini tidak tebal hanya 122 halaman, tetapi buku ini sangat lengkap dan dapat mewakili kaum perempuan. Buku ini terdiri dari 4 bab yang masing-masing bab-nya memiliki pembahasan sendiri tetapi berkaitan satu sama lain. Saya akan mereview dan mengemas keseluruhan isi buku ini ke dalam ketiga sudut pandang yang sudah disebutkan sebelumnya.
Pertama, saya akan mulai mereview buku ini dari sudut pandang metode fenomenologi. Berdasarkan sudut pandang fenomenologi, buku ini terletak pada bab pertamanya dengan topik "Aku dan Etnisitas". Penulis menceritakan bahwa Banten adalah etnisitas dimana beliau dilahirkan, lengkap dengan bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda Banten atau Sunda kasar, agama yang dianut sebagain besar orang Banten adalahÂ
Islam, juga berbagai tradisi yang dilakukan orang Banten seperti tradisi perkawinan, tradisi ketika seorang anak lahir, upacara kematian, dan tradisi sunatan untuk anak laki-laki sebagai tanda menjelang akil-balig. Penulis pun menuliskan sejarahÂ
Banten lengkap mulai dari Banten pada masa kerajaan Hindu Tarumanegara sampai Banten tahun 2000-an dengan bahasa yang mudah dimengerti. Pada bab kedua buku ini dengan topik "Aku Sebagai Muslim" penulis menceritakan perjalananÂ
dan pengalamannya sebagai seorang muslimah. Dimulai dari pelajaran-pelajaran tentang Islam yang penulis dapat dari kecil hingga kuliah, sekolah dan universitas yang penulis tempuh, hingga pengalaman sebagai muslim minoritas
 di Finlandia. Beliau sempat ditanya tentang asal hingga agama saat di pesawat dari Belanda ke Finlandia oleh seorang laki-laki Finlandia. Setelah laki-laki itu mengetahui bahwa penulis beragama Islam, lantas laki-laki tersebut bertanya,Â
"mengapa anda tidak menggunakan cadar?" yang orang itu pikir setiap muslim harus menggunakan cadar. Laki-laki tersebut juga menanyakan pertanyaan yang seperti menyudutkan citra buruk Islam di mata orang Barat, seperti tentang orang Islam itu poligami.
Selanjutnya pada bab ketiga buku ini dengan topik "Aku Sebagai Perempuan". Di sini penulis menceritakan tentang pengalamannya menjadi perempuan dan tentang emansipasi perempuan, juga muslimah feminis. Penulis menceritakan 'Nenekku Inspirasiku' yang merupakan bagian dari emansipasi perempuan dimana menurutnya nenek-lah yang berpengaruh memberikan pelajaran tentang bertahan pada prinsip hidup yangÂ
diyakini kebenarannya dan perlunya hidup lurus untuk orientasi nulai-nilai hidup. Penulis juga menceritakan pengalamannya sebagai perempuan dengan budaya dan tekanan yang kuat terutama dari ayahnya. Beliau sempat bersih tegang dengan ayahnyaÂ
karena ayahnya selalu memaksakan kehendak kepada anak-anak dan istrinya. Karena hal itu, beliau pun jatuh sakit dan putus asa akan hidupnya. Tetapi dengan semangat dari ibu dan kasih sayang suami, akhirnya beliau dapat bangkit danÂ
harus tetap bertahan hidup. Semenjak kejadian itu, ayahnya pun berubah dan tidak pernah lagi memaksakan kehendaknya kepada anak-anaknya dan mulai belajar tentang kesetaraan gender hingga menjadi pembicara dan penasehat untukÂ
masyarakat tradisional. Beliau melihat bahwa ayahnya telah berperan cukup efektif sebagai pembela perempuan. Terakhir pada bab keempat dengan topik "Aku Sebagai Anak Bangsa" penulis menceritakan bagaimana pengalamannya merasakan pergolakanÂ
politik dari mulai era orde baru hingga era reformasi. Menceritakan bagaimana era orde baru dimana ada rasa ketidakpercayaan terhadap penguasa yang menjabat puluhan tahun, hingga mengikuti pergolakan politik setiap masa pemerintahan presiden dari Soeharto hingga masa pemerintahan SBY.
Kedua, review buku dari sudut pandang metode biografi. Buku ini merupakan bagian dari perjalanan kehidupan Neng Dara Affiah sekaligus sebagai penulis buku ini. Diawali pada bab pertama seperti yang sudah direview sebelumnya, yang berisi tentang sejarah etnis dan tempat tinggal beliau dari kecil, lalu perjalanan pendidikan beliau yang menghabiskan masa pendidikannya di sekolah agama dan pesantren, juga nenek dan ibunya yangÂ
berperan besar dalam hidupnya, lalu melanjutkan pendidikannya sebagai mahasiswi di IAIN Jakarta dengan jurusan Perbandingan Agama. Beliau pun pernah menjadi pembicara konferensi mengenai gerakan perempuan muda dalam aktivitas lintasÂ
agama di Indonesia pada tahun 2000 di Finlandia, saat itu berbarengan dengan pengalamannya menjadi muslim minoritas di Finlandia. Beliau pun juga pernah di undang untuk menghadiri program "Ohio University Inter-Religious Dialogue and Exchange Project" di Amerika. Semenjak kuliah beliau juga semakin rajin memberikan diskusi tentang kesetaraan gender dan keadilan atas hak-hak perempuan. Pada era reformasi beliau pun pernah berdialog dengan presiden ke-4Â
Indonesia yakni Abdurrahman Wahid atau yang biasa dikenal Gus Dur melalui media massa. Dari rangkaian biografi ini, perempuan muslimah juga bisa setara dengan laki-laki. Memperkenalkan Islam kepada orang Barat agar orang-orang BaratÂ
tidak memiliki pandangan yang buruk tentang Islam, seperti Muslimah harus menggunakan cadar dan Islam identik dengan poligami. Lewat kerja keras dan teguh dengan prinsip, perempuan juga bisa maju atas keinginan dan cita-citanya sendiri.
Ketiga, review buku sudut pandang berspektif gender. Untuk metode ini fokusnya ada pada bab 3 dengan topik "Aku Sebagai Perempuan". Pengalaman-pengalaman yang beliau tulis dalam buku ini dapat mewakili perempuan pada umumnya. Beliau yang dari kecil diperlakukan seperti anak gadis seutuhnya, yang dalam artian mengerjakan pekerjaan rumah, keterbatasan waktu bermain terutama pada malam hari, hingga pernah bersih tegang denganÂ
orang tuanya terutama ayahnya karena ayahnya memaksakan kehendaknya untuk anak-anaknya. Pekerjaan-pekerjaan rumah yang dilakukan oleh beliau seakan seperti sebuah kodrat perempuan yang pada dasarnya harus bisa memasak, membersihkan rumah, mecuci, dan lain-lain. Sedangkan kakak laki-lakinya tidak dituntut untuk bisa mengerjakan pekerjaan rumah tersebut sehingga bisa bermain dan bergaul dengan teman-temannya.Â
Hal lainnya, kakak laki-lakinya dikuliahkan di Mesir, tetapi beliau hanya dapat berkuliah di IAIN Jakarta. Meskipun begitu, beliau tetap bersyukur, beliau pun diberi rasa keingintahuan yang tinggi terhadap ilmu, hal itu yang terus mendorong beliau agar tidak patah semangat dan terus belajar.Â
Dari sini kita dapat belajar bahwa perempuan juga bisa maju dan lebih pandai daripada laki-laki. Kesetaraan gender tentu diperlukan karena perempuan juga butuh kebebasan dan tidak harus selalu dikekang, karena perempuan pun juga memiliki mimpi dan cita-citanya sendiri. Seperti itu kurang lebih gambaran tentang kesetaraan gender dan feminis yang bisa diambil dari buku ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H