Mohon tunggu...
Else Florenta Manalu
Else Florenta Manalu Mohon Tunggu... Mahasiswa - berbagi

semua butuh proses

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

(OPINI) Tantangan Polisi dalam Menjalankan Tugas

17 Januari 2022   15:54 Diperbarui: 17 Januari 2022   16:12 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polisi menembak dan menanggapi isu-isu seperti demonstrasi  kekerasan polisi selama setahun terakhir. Perilaku anarkis demonstran melalui kekerasan. 

Dalam berbagai demonstrasi, kita sering melihat petugas polisi memukuli dan mengancam banyak pengunjuk rasa. Bahkan, beberapa demonstran tewas akibat penggunaan kekuatan yang berlebihan. 

Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dan pekerja seringkali disertai dengan gelombang demonstrasi yang besar dan ekspresif. Polisi sebagai tersangka cenderung menempatkan masyarakat pada posisi subordinat.

Dalam beberapa kasus, sikap aparat kepolisian yang tidak melebih-lebihkan dan menghormati hak privasi masyarakat dapat terjadi. Untuk perspektif petugas polisi tertentu yang percaya bahwa mereka memiliki otoritas hukum atas tindakan yang mereka lakukan. Memeriksa secara paksa isi ponsel tanpa dukungan surat perintah penyelidikan resmi jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia. 

Namun, ketika beberapa individu berani menolak, mereka biasanya  ditekan dengan ancaman hukuman, dan polisi sengaja menggunakan otoritas mereka sebagai alat untuk menekan dan memanfaatkan ketidakberdayaan orang lain. Itu membuat kita semakin marah. 

Polisi hanya boleh dipecat jika mereka senang melanggar atau melanggar aturan. Tetapi ada baiknya untuk melihat lebih dekat bagaimana polisi  menggunakan hukum untuk melegalkan kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh polisi.

Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri dapat membuat  main hakim sendiri atau main hakim sendiri lebih sering terjadi. Hal ini bisa mengakibatkan Vigilantisme , adalah situasi di mana orang mengambil peran penegakan hukum tanpa mendapatkan otoritas hukum atau memastikan apakah tindakan mereka didasarkan pada keadilan. 

Oleh karena itu, polisi masa depan bukanlah mereka yang memiliki arogansi  penggunaan kekuasaan yang diatur oleh Perkap Polri, tetapi kemampuan untuk mendewasakan mental, intelektual, dan emosional dalam budaya dialog (saya punya polisi) Nomor 8 Tahun 2009, yang mengatur tentang penerapan prinsip dan standar HAM dalam pelaksanaan tugas Polri, dan Nomor 1 Peraturan Kapolri  Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuasaan.

Ini digunakan untuk melindungi kehidupan manusia. Namun, percape ini juga memberikan persyaratan tambahan bahwa senjata api hanya dapat digunakan untuk membela diri terhadap cedera berat/ancaman kematian untuk mencegah terjadinya kejahatan berat.

Tentunya sebagai polisi yang terlatih, polisi dapat melihat apa yang terjadi dalam kejadian tersebut dan  bertindak sesuai prosedur yang telah ditetapkan, sehingga warga juga  terjadi di tempat kejadian daripada mudah dipicu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. obyektif, yang justru mengganggu keamanan dan ketertiban. 

Ini menegakkan kembali martabat polisi sebagai layanan publik, melindungi masyarakat, dan melarang  kekerasan, seperti pemalsuan insiden, baik  seksual maupun fisik. Polisi sering  dianggap identik dengan kekerasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun