Mohon tunggu...
Claudya Elleossa
Claudya Elleossa Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pencerita

Seorang ASN dan ibu, yang sesekali mengisi pelatihan menulis dan ragam topik lainnya. Bisa diajak berinteraksi melalui IG @disiniclau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Kesan tentang Jakarta, di Mata Seorang Perantau Baru

28 Agustus 2018   18:48 Diperbarui: 30 Agustus 2018   22:24 3178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu mentor saya dulu pernah berkata bahwa Surabaya memang bukan ladang ramah untuk bidang kreatif. Rata-rata workshop laris di kota dengan julukan Kota Pahlawan itu berkisar di topik properti dan investasi.

Tebakan saya, melimpahnya pameran seni dan keleluasaan ruang kreatif untuk berkembang, salah satunya dipicu tujuan untuk mengurangi tingkat stres Jakarta yang dapat sangat tinggi dengan segala polemik (dan polusi) di dalamnya.

Penghargaan akan ruang privat

Banyak yang bilang orang Jakarta itu hanya mikirin urusannya sendiri. Entah kenapa bagi saya ini bukanlah sebuah konotasi negatif.

Slogan mind your business menjadi peraturan tidak tertulis di sini, dan itu jauh berbeda dari lingkungan sebelumnya.

Misalnya, tidak akan menanyakan hal-hal privat atau menanyakan hal remeh semacam pakaian, dan preferensi tertentu.

Budaya "kepo" kadang memang sangat menyebalkan apalagi karena itu cenderung berujung dengan tindakan menggosip.

Ketika menilik mengapa budaya kepo-tak-penting hanya sedikit subur di sini, saya berpikir bahwa ini sangat berkaitan dengan tingkat kesibukan manusia-manusianya.

Bayangkan, sudah sesak dengan tugas, kemacetan, pengaturan keuangan yang harus jeli, maka mengurusi hidup orang lain akan menjadi hal terakhir yang perlu dilakukan.

Jalanan Jakarta = rimba yang buas

Poin ini tidak bisa saya ingkari dan saya jadikan penutup, sebab memang saya tidak habis pikir dengan kemacetan dan nyali para pengendara di kota ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun