Salah satu mentor saya dulu pernah berkata bahwa Surabaya memang bukan ladang ramah untuk bidang kreatif. Rata-rata workshop laris di kota dengan julukan Kota Pahlawan itu berkisar di topik properti dan investasi.
Tebakan saya, melimpahnya pameran seni dan keleluasaan ruang kreatif untuk berkembang, salah satunya dipicu tujuan untuk mengurangi tingkat stres Jakarta yang dapat sangat tinggi dengan segala polemik (dan polusi) di dalamnya.
Penghargaan akan ruang privat
Banyak yang bilang orang Jakarta itu hanya mikirin urusannya sendiri. Entah kenapa bagi saya ini bukanlah sebuah konotasi negatif.
Slogan mind your business menjadi peraturan tidak tertulis di sini, dan itu jauh berbeda dari lingkungan sebelumnya.
Misalnya, tidak akan menanyakan hal-hal privat atau menanyakan hal remeh semacam pakaian, dan preferensi tertentu.
Budaya "kepo" kadang memang sangat menyebalkan apalagi karena itu cenderung berujung dengan tindakan menggosip.
Ketika menilik mengapa budaya kepo-tak-penting hanya sedikit subur di sini, saya berpikir bahwa ini sangat berkaitan dengan tingkat kesibukan manusia-manusianya.
Bayangkan, sudah sesak dengan tugas, kemacetan, pengaturan keuangan yang harus jeli, maka mengurusi hidup orang lain akan menjadi hal terakhir yang perlu dilakukan.
Jalanan Jakarta = rimba yang buas
Poin ini tidak bisa saya ingkari dan saya jadikan penutup, sebab memang saya tidak habis pikir dengan kemacetan dan nyali para pengendara di kota ini.