Mohon tunggu...
Elizia Flauren W
Elizia Flauren W Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penyuluhan Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengembangan Agribisnis pada Komoditas Kakao

6 Juni 2022   20:18 Diperbarui: 6 Juni 2022   20:58 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Subsistem hulu merupakan subsistem yang berfungsi sebagai sarana yang memenuhi kebutuhan dalam proses produksi. Sarana produksi yang diperlukan seperti benih, bibit, pupuk, pestisida, penyediaan alat-alat pertanian, lembaga penunjang. Pada perkebunan kakao subsistem hulu yang digunakan yaitu pembibitan kakao, penyediaan sarana dan jasa transportasi, kegiatan penyediaan pupuk dan obat-obatan, dan penyediaan alat dan mesin pertanian.

Kegiatan pembibitan kakao merupakan proses awal untuk mempersiapkan bibit siap tanam. Hasil biji kakao yang baik juga bergantung pada proses pembibitan, oleh karena itu pemilihan bibit berkualitas sangat menetukan hasil produksi. Untuk menghasilkan produksi kakao 

yang memiliki kualitas unggul harus terdapat penyediaan pupuk dan pestisida yang sangat dibutuhkan. Selain itu, sebagai penunjang pada proses pengolahan pada lahan perkebunan kakao membutuhkan alat-alat dan mesin pertanian. Contohnya seperti agromekanik yang merupakan industri pemasok mesin dan juga alat-alat untuk menunjang hasil dari perkebunan kakao.

Subsistem usahatani kakao

Perkebunan kakao di Indonesia di kelola oleh tiga pihak yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Swasta, Perkebunan Negara. Penghasil kakao terbesar di Indonesia dikuasai oleh Perkebunan Rakyat dengan luas lahan mencapai 92% dari seluruh total luas lahan yang ada. Perkebunan rakyat sebagai produsen kakao dengan luas lahan terbesar dibandingkan perkebunan Negara dan Swasta, tentu akan menghasilkan kakao dengan jumlah yang paling besar (Tutu Benefoh dkk., 2018).

Berdasarkan tabel 1., petani memiliki luas lahan mencapai 3000 m2 hingga 3000 m2. Adapun petani yang memiliki luas lahan yang cukup luas mencapai 9000m2 dan juga terdapat para petani yang memiliki luas lahan mencapai 1 Ha. Lahan para petani yang ditanami kakao merupakan lahan milik pribadi berupa tegalan ataupun pekarangan. 

Dengan luas lahan yang ada para petani dianggap belum efektif dalam pelaksanaan penanamanya, dikarenakan lahan yang dimiliki para petani ditanami kurang dari 250 pohon kakao.

Berdasarkan tabel 2., jumlah dari semua petani kakao yang ada di Indonesia yang memiliki usia produktif tanaman kakao menerima Rp 6.697.840 dan gross margin sebesar Rp 5.650.262. Biaya-biaya yang dikeluarkan petani untuk hal lain seperti tenaga kerja, saprodi, penyusutan alat berjumlah Rp 1.047.578. 

Saprodi yang dibutuhkan oleh para petani berupa pestisida dan juga pupuk, sedangkan penyusutan alat berupa alat-alat yang digunakan untuk budidaya tanaman kakao dari penanaman hingga panen.

Subsistem pengolahan

Proses pengolahan kakao di Indonesia dibagi menjadi 2 bagian yaitu kakao fermentasi dan kakao non-fermentasi. Pengolahan kakao di Indonesia masih banyak yang menggunakan cara tradisional. Hal ini berdampak pada hasil produksi yang kurang maksimal menyebabkan Indonesia dikenal dengan produksi kakao yang sangar rendah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun