Mohon tunggu...
Elisa Koraag
Elisa Koraag Mohon Tunggu... Administrasi - Influencer

Saya ibu rumah tangga dengan dua anak. gemar memasak, menulis, membaca dan traveling. Blog saya dapat di intip di\r\nhttp://puisinyaicha.blogspot.com/\r\nhttp://www/elisakoraag.com/ \r\nhttp:www.pedas.blogdetik.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kolaborasi Seni Lukis dan Seni Membaca Puisi

10 Mei 2015   23:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:11 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hiruplah udara bersamanya

Jangan pernah lengah

Setiap otak yang kau pikirkan adalah sumber bentuk

Sumber warna

Sumber girang

Ah, sudahlah

Kau renta. Aku tak perlu menjelaskan betapa pentingnya duduk di depan pigura yang kusisipkan padamu.

Pergilah

Bawalah setiap kisah dalam tanganmu

Aku menunggu itu

Depok, 4 Mei 2015

Lukisan di Pinggiran Zaman

Goresan: Lathifah Edib

Tuan-tuan, puan-puan, mari pegang ini kuas

Kuas terbuat dari cahaya

Kalian tahu sumbernya dari mana?

Mata hati, mata akal, mata sosial

Tuan-tuan, puan-puan, mari pegang ini pena

Lukislah kami yang berpuisi

Tentang tuan-tuan dan puan-puan

Yang menatap raut alam seperti menatap kasih Tuhan

Tuan-tuan, puan-puan,

Di atas koran, kami siapkan pewarna dari pelangi

Itu warna-warni murni dari doa kami

Tolong kalian gunakan sebagai pewarna kehidupan

Tuan-tuan, puan-puan, kami berikan ini kanvas

Terbuat dari kulit mati rakyat

Dan remah-remah bangkai penghuni hutan

Bisakah kalian lukis kesakitan alam?

Bisakah kalian lukis besarnya impian kebahagiaan?

Tuan-tuan, puan-puan, kami punya keinginan

Dilukis saat tangan kalian terpukau menatap matahari

Di mata orang-orang jalanan

Tuan-tuan, puan-puan, kami tak punya uang jutaan

Kami hanya punya recehan hasil mengamen

Kenapa mesti berhenti melukis kami?

Tuan di pojok sana, puan di ujung sana!

Hei, ayo bangun dan pandang kami!

Kami pinta lukis tanpa paksaan

Bukankah tangan kalian perpanjangan Tuhan?

Bukankah gerakan ruh kalian di kanvas itu adalah tarian jiwa?

Ayo meliuklah seiring musik sederhana dari gitar usang ini

Tuan di tengah sana, puan di lantai pelataran

Kami ingin rebah dan tersenyum di kanvas itu

Kami ingin bernapas tanpa isakan

Kami ingin terbahak menatap raut muka kalian

Yang sedang serius melukis kami

Ya, kami: napas jiwa kalian

Kami hanya punya mimpi

Kalian lah yang beri warna pelangi

Kami hanya punya recehan

Kalian lah yang mesti lukiskan istana megah

Kami hanya punya senyuman

Lukiskanlah selagi senyum kami masih setulus awan

Tuan-tuan, puan-puan, berhari-hari kami menatap awan

Yang tampak sekadar wajah muram

Langit belah, udara aroma marah, tanah pun gerah

Detik ini, duhai tuan puan...

Kami ingin melihat lukisan bercerita tentang kami

: bocah-bocah di pinggiran zaman

Yogya, 030515

1431274997845619948
1431274997845619948

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun