Mohon tunggu...
El fathia raisya Qonitulhaq
El fathia raisya Qonitulhaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah pribadi yang tertutup dan pendiam. Lebih banyak menghabiskan waktu dengan menulis sesuatu apa yang saya pikirkan dan lihat dari masalah sekitar. saya pecinta film aksi dengan sedikit bumbu kejahatan permainan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Formalhout

12 November 2024   17:05 Diperbarui: 12 November 2024   17:31 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar:https://www.pexels.com/search/formalhout%20star/

Seorang wanita datang sambil membawa nampan berisi berbagai macam obat, pandangan Helma tetap pada arah pohon tua dekat taman. Kemudian psikiater itu menuangkan segelas air dan berjalan ke Helma, aroma buah peach mix tercium.  psikiater lalu memberikan obat merah kepada Helma. Tanpa menanggapi, Helma pun langsung menenggak habis obat tersebut. psikiater itu bernama Alcestis, nama menyeramkan bagi Helma, mungkin orang tuanya sedikit eksentrik karena menamai putrinya dari nama tokoh utama sebuah drama Yunani kuno, yang pada akhir cerita tokoh utamanya mengabdi kepada kekosongan menyedihkan.

“Karena kau berhasil menjadi gadis baik hari ini, aku akan menceritakan sebuah cerita menarik, yaitu Hanzel dan Gretel,”ujar Alcestis tampak antusias.

“Maaf mengecewakanmu, tapi aku sudah tahu cerita itu.” Mendengar ucapan Helma, raut wajah Alcestis yang semula ceria berubah menjadi masam, hal itu tetap terlihat jelas meski ia menutupinya dengan cara tersenyum. Kemudian ia duduk disamping ranjang Helma sembari memperhatikan pasiennya itu. Tidak ada pembicaraan, hanya ada keheningan di antara mereka berdua.

“Aku senang kau bisa keluar dari tempat sesak ini bulan depan, mungkin ini terdengar tidak profesional, namun kau harus melihat dunia yang sebenarnya,” ujar Alcestis. Helma terdiam dan tetap terpaku pada buku bacaannya.

“Saat pertama kali Galiard membawaku padamu, kau begitu rapuh dan tidak terjangkau, sampai aku pikir, mungkin ini adalah akhir dari karirku sebagai psikiater.”

“Dan, satu-satunya hal yang menjangkaumu adalah Formalhout, buku luar angkasa kusam yang sedang kau baca saat ini.” Perlahan sorot mata Helma melirik ke Alcestis,

Kemudian ia berkata,”Aku akan sering mengunjungimu, begitu aku keluar,” Helma menyunggingkan senyum, mata sayunya yang menenangkan, membuat Alcestis merasa Bahagia saat melihat pasiennya dapat kembali menjalani aktivitasnya.

Satu tahun yang lalu (Point Of View Alcestis)

Di ruangan isolasi dengan satu jendela. Aku menunggu dengan cemas, ini pekerjaan pertamaku di unit rumah sakit jiwa San Diego. Kemudian datanglah Helma, seorang pasien yang hari ini akan aku terapi. Pakaiannya lusuh, tatapannya kosong, ia seorang pasien dengan gangguan jiwa post traumatic disorder. Berdasarkan catatan, ia korban pelecehan dari Ayahnya dan percobaan pembunuhan dari Ibunya. Ketika membacanya aku tidak bisa membayangkan betapa besarnya rasa trauma yang ia miliki.  Pada sesi pertama aku hanya akan melakukan pendekatan perlahan, mengingat dia adalah pasien yang memiliki kelainan jiwa serius dengan catatan penyerangan terhadap pasien lain sebanyak 10 kali.

            Aku menanyai beberapa pertanyaan sederhana, seperti hobi, makanan favorit, cuaca hari ini. Namun dari semua pertanyaan itu tidak ada satu pun yang membuat Helma menatapku. Lalu keheningan pun tidak dapat terhindarkan.

            “Kau tahu, mungkin di luar aku adalah psikiatermu, namun disini kau bisa menganggapku sebagai temanmu, tidak perlu merasa takut, aku mendengar semuanya,” ujar Alcestis. Helma tidak menanggapi sama sekali, tatapannya tetap pada ke sorot cahaya yang menembus jendela.  Kemudian sesi ini berakhir begitu saja tanpa ada respon dari Helma, bahkan berlanjut pada sesi-sesi selanjutnya, tidak ada pembicaraan, hanya keheningan yang terasa menyesakkan bagiku. Aku hampir putus asa dan berniat menyerahkan Helma terhadap psikiater lain, namun aku ingin menyelamatkannya.

            “Jika kau ingin menyelamatkannya, jangan paksa ia untuk menceritakan segalanya padamu Alcestis, buatlah semua mengalir seperti air dan jadilah satu tanpa harus terbawa arus, itulah yang dulu aku lakukan ketika mencoba menolongmu dari depresimu,” ujar Logan. Seperti biasa ia selalu mengatakan sesuatu yang tidak dapat aku mengerti. Kemudian aku berangkat untuk melakukan sesi terapi dengan Helma.

            Selama menunggu Helma, aku memikirkan ucapan Logan. Aku mencoba memahaminya, sampai suara pintu terbuka membuyarkan lamunanku, Helma datang dan langsung duduk, seperti biasa sorot matanya selalu kosong dan tidak ada senyum yang menghias wajahnya.

Aku menghela nafas pelan, kemudian berkata,”Aku senang kau baik-baik saja, kau tampak sehat dari biasanya.” Tidak ada respon dari Helma.

“Jika kau tidak ingin menceritakan apapun, tidak apa-apa, mungkin aku yang akan lebih banyak bercerita disini,” ujarku dengan menatap pohon tua di luar.

“Apa kau tahu tentang Formalhout, bintang musim gugur kesepian yang bahkan orang tidak tahu, mungkin ia akan begitu kesepian dan sedih, karena tidak ada siapapun disisinya.”

“Formalhout tidak akan kesepian, dia tidak membutuhkan orang lain untuk tetap bersinar, jadi bintang itu tidak akan merasa kesepian,” celetuk Helma dengan sorot mata yang perlahan menatapku. Aku terkejut dengan apa yang aku dengar, apa gadis itu baru saja bicara, aku merasa senang, kucoba untuk tidak membuatnya terlalu jelas. Aku dan Helma terus saling berbicara, meski pembicaraan kami hanya tentang seputar bintang Formalhout. Tapi bagiku itu adalah suatu kemajuan baginya. Satu fakta yang kutahu dari sesi ini adalah Helma menyukai perbintangan.

Pada sesi selanjutnya, aku membeli satu set buku mengenai bintang luar angkasa. Aku berniat membacanya bersama Helma. Setelah sampai disana, aku pun bertemu Helma di ruang isolasi, ia datang lebih awal dariku. Dari semenjak pembicaraan Formalhout, sesiku dengan Helma tidak berakhir dengan keheningan, sedikit demi sedikit ia mulai menceritakan tentang banyak hal meskipun itu seputar bintang luar angkasa.

Helma terpaku pada pergelangan tanganku, kemudian aku menutupi tanganku dengan mengancingkan kerah lengan. Lalu Helma berkata, “Kupikir ketika aku menyakiti tubuhku, keadaan akan berubah, namun tidak ada yang berubah, hanya rasa nyaman sesaat.”

Aku tidak menyangka Helma akan berkata seperti itu, padahal dari tadi dia hanya berbicara soal bintang. “Aku mengerti, pasti menyakitkan tetap bertahan disaat kau ingin mengakhiri segalanya.”

“Apa yang membuatmu menjadi seperti itu, maksudku tentang luka di pergelangan tanganmu,” tanya Helma. Sebenarnya ini ranah pribadiku, jika orang lain yang bertanya, aku tidak akan menjawabnya, namun ini Helma, mungkin ini akan sedikit membantunya untuk mencari alasan untuk tetap hidup.

“Perundungan, hanya karena sedikit berbeda dari mereka, hingga kulakukan hal gila itu untuk merasa lebih baik, sampai seseorang menyelamatkanku, sama sepertimu, aku pun menolak menceritakan segalanya, namun ia tidak menyerah,” ujarku sembari mengusap pergelanganku. Setelah itu, Helma menceritakan dirinya, tentang rasa takut dan bencinya kepada orang-orang yang menghancurkan hidupnya, aku pun memeluknya, mengusap lembut. Dan Helma pun menangis dalam pelukanku.

Setahun kemudian yaitu pada hari ini, akhirnya Helma dapat keluar dari rumah sakit jiwa. Aku memberikannya lukisan bintang Formalhout kepadanya, sebagai bentuk kenang-kenangan dariku, aku berharap dia bisa menemukan kebahagiaan dalam hidupnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun