Hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk bisa sampai di rumah besar itu. Liana berhenti sejenak di depan pintu pagar yang kali ini sepertinya tidak terkunci. Telinganya mendengar suara musik mengalun dan beberapa orang riang tertawa-tawa dari dalam sana.
Liana mengintip dari balik jeruji pagar. Ada perhelatan pesta rupanya. Tapi pesta dalam rangka apa? Agak gontai ia mendorong pintu pagar. Sesaat dadanya berdesir. Entah mengapa setiap kali melangkahkan kaki di halaman rumah ini, seluruh tubuhnya seolah kehilangan kekuatan.
Musik masih mengalun lembut. Beberapa pasangan saling berpeluk pinggang, mulai turun ke lantai ballroom, yang pintu dan jendelanya dibiarkan terbuka.
Liana hampir saja sampai di ruangan itu. Tapi seorang tamu perempuan, yang tidak ikut berdansa melihat kehadirannya. Tamu itu sontak menjerit histeris. Suaranya menggema ke seluruh ruangan. Dan, suasana pesta yang semula tenang mendadak berubah kacau balau. Semua menoleh ke arah Liana yang berdiri mematung dengan mantel berkibar-kibar tertiup angin.
Liana tertegun. Apa gerangan yang membuat orang-orang itu tampak ketakutan melihat kehadirannya? Bukankah ia tampil sangat cantik, bahkan melebihi kecantikan Friska---kekasih baru Frans, suaminya?
"Rumah ini berhantu! Mari kita pergi!" Salah seorang tamu berseru panik sembari menarik lengan pasangannya. Seruan itu diikuti oleh tamu-tamu lain. Mereka pontang-panting meninggalkan ballroom.
Hanya seorang tamu yang tersisa.
Dokter Liem.
Dokter itu menghampiri Liana. Lalu dengan lembut tangannya terulur, menyentuh pundak perempuan itu.
"Anda harus percaya nasihat saya sekarang, Nyonya. Secantik apa pun sosok hantu menjalani operasi plastik, tetap saja membuat orang yang melihatnya ketakutan."
Kali ini Liana mengangguk. Lalu tanpa berkata-kata ia berbalik badan, berniat meninggalkan rumah kenangan yang pernah dihuninya itu dengan perasaan campur aduk.