Kadang Cinta bergerak sendiri semaunya, tanpa nahkoda atau petunjuk arah mata angin
Padepokan Siur Bertuah
Maha Guru Ayah sibuk memilah buku-buku tua yang berderet rapi di dalam lemari kayu. Sesekali tangannya gemetar berusaha menyembunyikan perasaan cemas.
Ya, ia cemas. Mencemaskan racun Kalamenjing yang ganas itu---yang saat ini tengah bercokol di pundak kiri Nyai Fatimah.
"Jika obat penawar tidak segera kutemukan, ia bisa mati." Maha Guru Ayah bergumam sendiri. Dilemparkannya beberapa buku bersampul lusuh ke atas meja.
"Guru, Nyai Fatimah mengalami demam tinggi. Ia menggigil dan mulai kehilangan kesadaran." Suara lirih Ni Ayu membuatnya menoleh. Tapi hanya sesaat. Mata tua itu beralih kembali ke arah deretan buku-buku yang tersisa.
"Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau sampai jiwa Nyai Fatimah tidak tertolong!" Maha Guru Ayah tidak lagi bergumam pelan, melainkan berteriak kencang meluapkan amarahnya.
"Hiyaaaaaaaa.....!!!"
***