Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel [11] Goodbye Nightmare! | Peri Kecil yang Dirindukan

20 Desember 2019   20:15 Diperbarui: 21 Desember 2019   04:02 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:weheartit.com

Bag-11

Peri Kecil yang Dirindukan

-----------

Berkali Inta menarik napas panjang. Risau dan penat saling berkejaran berebut ingin menguasai tubuhnya yang lemah. Sudah beberapa butir obat ditelannya. Tapi pikirannya tak kunjung tenang.

Ini tentangmu Laquita. Ia mendesah. 

Ia tahu adiknya itu tengah menghadapi masalah besar. Tapi apa yang bisa diperbuatnya selain berdoa?

Ia teringat kembali pesan mendiang Ibunya sesaat sebelum meninggal, agar ia menjaga baik-baik Laquita.

Kenapa mesti dirinya yang harus bertanggung jawab menjaga Laquita?Hampir saja ia mengatakan itu. Menyampaikan protes itu. Tapi urung. Ia tidak ingin menyakiti hati perempuan yang sudah merawat dan membesarkannya. Yang menyayanginya tanpa membeda-bedakan.

Sungguh, ia terlalu banyak berhutang budi. Khususnya pada perempuan cantik yang dipanggilnya Mama itu.

Lalu ingatannya tenggelam ke masa lalu. Masa dua puluh tahun yang nyaris terlupakan,

Samar-samar ia melihat kembali pintu gerbang yang berdiri kokoh. Di mana beberapa anak seusianya berdiri berjejer, berbaris rapi menyalami tamu yang datang berkunjung.

"Kukira kali ini adalah rezekimu, Inta," suara itu terngiang kembali di telinganya.

"Ya, Bunda," ia menyahut riang.

Ya, hari itu memang hari keberuntungannya. Sepasang suami istri datang berniat mengadopsinya.

"Kau manis sekali, sayangku. Ikutlah bersama kami," ujar perempuan cantik yang berdiri di hadapannya sore itu. Sejenak ia bagai tersihir. Seperti melihat malaikat yang selama ini dirindukannya, yang selalu hadir di alam bawah sadarnya.

Inta kecil tak perlu berpikir seribu kali untuk mengangguk menerima ajakan itu. Langkahnya riang mengikuti orangtua barunya masuk ke dalam mobil. Dan ketika melambaikan tangan ke arah teman-temannya yang masih berdiri berjejer, mata indahnya berbinar.

Sekali lagi. Ia tidak bisa mengungkapkan perasaan bahagianya kala itu. Terutama saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah besar milik kedua orangtua angkatnya itu. 

Inta telah menemukan segalanya di sana. Materi dan kasih sayang yang melimpah ruah yang selama ini tidak pernah dirasakannya,

Beberapa bulan ia mengecap bahagia itu. Menjadi anak kesayangan yang amat dimanjakan.

Sampai kabar itu tiba. Kabar yang membuatnya mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri.

Suatu pagi, di bulan Desember yang mendung, ketika hendak ke kamar mandi, tanpa sengaja ia mendengar percakapan kedua orangtua yang telah mengadopsinya itu.

"Alhamdulillah, Pa, pancingan kita berhasil!" itu suara Ibu angkatnya.

"Jadi Mama positif  hamil?" Ayahnya menanggapi dengan suara renyah.

"Iya, Pa. Mama positif hamil! Ini hasil USG-nya."

Hamil? Jadi Ibu angkatnya itu akan segera memiliki anak selain dirinya?

Entah mengapa tiba-tiba saja ia merasa kedudukannya mulai terancam. Suasana hatinya mendadak berubah murung.

Meski  sebenarnya ia tidak perlu sekhawatir itu. Sebab kedua orangtua angkatnya sama sekali tidak berubah. Mereka tetap menyayanginya.

Tapi Inta kecil tetap tidak bisa menyembunyikan ketakutan itu. Takut kehilangan apa yang beberapa bulan telah menjadi miliknya.

Dan ketika peri kecil itu benar-benar hadir, Inta tidak bisa memungkiri bahwa Laquita memang ditakdirkan menjadi cahaya bagi kehidupan suami istri yang sudah lama merindukan tangis bayi itu. 

Sesaat ia merasa tersisihkan.

Inta bisa melihat wajah bahagia Ibunya setiap kali menggantikan popok Laquita. Inta bisa mendengarkan Ayahnya bersenandung melantunkan lagu indah untuk bayi mungil nan jelita itu.

Inta melihat suka cita menyelimuti seisi dunia. Matahari, bulan, kupu-kupu, bunga-bunga, semua tersenyum, menyambut kehadiran peri kecil bernama Laquita yang memang sudah lama dinanti-nantikan kehadirannya.

"Nona Inta," panggilan seseorang menghalau pikiran keruh di masa lalunya. Ia berdiri, membuka pintu kamar kamar dengan langkah gontai.

Seseorang sudah berdiri di ambang pintu mengangguk hormat ke arahnya. "Dokumen-dokumen penting sudah saya kirim. Tinggal menunggu proses selanjutnya."

"Usahakan semua berjalan rapi dan lancar. Oh, ya, satu lagi, aku tidak ingin terlibat hal-hal di luar tanggung jawabku. Kau mengerti maksudku bukan?" Inta tersenyum tipis. Orang yang berdiri di ambang pintu itu mengangguk lagi lalu pamit pergi.

Kembali Inta sendiri. Menjaring kenangan masa lalu itu lagi.

Ia masih ingat benar ketika jam pulang sekolah---di suatu siang, ia menerima kabar buruk itu. Ibunya harus dilarikan ke Rumah Sakit. Terkena serangan jantung.

Tanpa menukar seragam merah putihnya, ia berlari-lari kecil menyusuri koridor bangsal Rumah Sakit sembari menggenggam tangan mungil Laquita yang dingin. Mereka harus cepat. Sebab jika tidak....

Waktu sedikit berbaik hati padanya. Sepuluh menit sebelum Ibu angkatnya menutup mata, perempuan itu masih sempat menitipkan pesan.

"Kalian harus saling menjaga, ya. Terutama kau, Inta. Mama ingin kau menggantikan posisi Mama---menjaga Laquita."

Pesan itu terasa berat baginya, tapi ia tidak bisa menolak. Peri kecil di hadapannya---Laquita, terlihat amat lemah. Ia masih terlalu kecil untuk ditinggalkan oleh seorang Ibu.

Inta teringat akan dirinya sendiri.

Dulu, dulu sekali, Ibunya juga meninggal tanpa seorang pun yang sempat dititipi pesan.  Ayahnya menghilang sejak ia berada di dalam kandungan. Dan ia hidup sebatang kara. Tanpa sanak saudara di dunia ini.

Beruntung ia menemukan tempat itu---sebuah tempat penampungan untuk anak-anak terlantar. Ia menghabiskan hari-harinya di sana hingga nasib baik mengubah jalan hidupnya.

Tentu ia tidak akan membiarkan Laquita mengalami hal yang samar-samar seperti dirinya.

Ia tercenung sejenak.

Oh, tapi tidak. Laquita tidak bakal mengalami hal seperti yang pernah dialaminya. Laquita berbeda. Ia terlahir dari keluarga berada. Ayah dan Ibunya meninggalkan banyak harta warisan.

Ya, ia dan Laquita memang berbeda. 

Barangkali yang menyamakan keduanya adalah---ia dan Laquita sama-sama sebatang kara.

Tapi benarkah begitu?  Benarkah kini Laquita sebatang kara? Lalu kemana perginya Ayah yang selalu melantunkan lagu saat menjelang tidur itu?

Inta tidak berani melanjutkan kenangannya lagi.

Bersambung...

***

Malang, 20 Desember 2019

Lilik Fatimah Azzahra

Kisah sebelumnya

Novel 10

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun