Wanto pun menyerah. Ia balik badan meninggalkan halaman kantor pelayanan jasa itu dengan langkah gontai.
Sementara teman-temannya yang lain telah menyisir ke sebuah Rumah Sakit yang berada di pinggiran kota. Sebagian dari anak-anak itu berpikir, jangan-jangan Om Darwis jatuh sakit atau tengah mengalami musibah kecelakaan.
Tapi seperti halnya Wanto, langkah anak-anak itu juga terhenti hanya sampai di pos penjagaan. Mereka tidak berani maju lebih jauh lagi.
"Kita terlalu pengecut!" Gondes menendang batu kerikil yang berserak di dekat kakinya. Teman-temannya yang lain hanya mampu menunduk.
"Kalau sampai nanti malam Om Darwis tidak juga muncul, kita lapor ke polisi!" Junet berseru lantang.
"Setuju!" yang lain menimpali.
***
Hari masih terlalu pagi. Pintu pagar kantor polisi baru saja dibuka. Dua orang petugas tengah berjaga-jaga di sana. Anak-anak jalanan yang semalam kurang tidur akibat memikirkan ketidakmunculan Om Darwis, tampak saling mendorong. Sampai akhirnya Gondes, yang bertubuh paling besar memberanikan diri bicara dengan salah seorang polisi muda yang berdiri tak jauh dari pintu pagar.
"Selamat pagi, Pak!"
"Yap, pagi! Ada yang bisa dibantu?"
"Kami ingin melaporkan orang hilang Pak. Namanya Om Darwis."