Malam baru saja digelar. Anak-anak duduk berkerumun. Dan mata mereka berbinar ketika melihat kemunculan Om Darwis membawa sebungkusan cemilan.
"Om! Besok mungkin aku mulai pindah mengamen. Ada pemilik kafe yang berbaik hati memintaku menyanyi di sana," suara renyah Wanto terdengar nyaring memecah kesunyian.
"Itu bagus! Semoga pula kau bisa mendapatkan tempat untuk tinggal. Tidak tidur uyel-uyelan lagi di emperan toko ini," Om Darwis menyambut gembira kabar baik itu.
"Tapi, Om...aku lebih suka tinggal di sini bersama kalian," suara Wanto mendadak menyurut. Om Darwis tertawa lalu menepuk pundak bocah itu.
"Jika ada kehidupan lain yang lebih baik, mengapa mesti memilih tetap tinggal di sini?"
"Supaya bisa meminjamkan mimpi kepada Om!"
Jawaban si bocah itu seketika membuat laki-laki itu terdiam.
 ***
Tanpa terasa kehadiran Om Darwis di antara anak-anak jalanan itu sudah berlangsung beberapa bulan. Dan anehnya, keberadaannya seolah menjadi pagar pengaman. Petugas Satpol PP yang selama ini rajin melakukan razia seakan tidak melihat kerumunan anak-anak di depan emperan toko yang pagarnya tidak pernah terkunci itu.
Tentu saja kondisi tak biasa ini membuat anak-anak jalanan itu merasa gembira. Mereka bisa tidur nyenyak. Melepas penat di bawah kolong langit yang kadang luput disinari rembulan.
Tidak berlebihan jika anak-anak itu kemudian beranggapan bahwa kehadiran Om Darwis membawa banyak berkah. Ia bukan sekadar teman mengobrol dan berdiskusi yang menyenangkan, tapi lebih dari itu. Om Darwis telah menjelma menjadi sosok malaikat yang sepertinya sengaja diturunkan dari langit untuk menjaga dan menemani mereka.