Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perburuan Jodoh

12 November 2019   08:20 Diperbarui: 12 November 2019   08:33 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterest.com

Niswari akhirnya harus berani mengambil keputusan. Menerima pinangan Basuki. Lelaki berusia lebih dari lima puluh tahun yang sudah beristri dan memiliki anak.

Dan untuk itu ia harus belajar menebalkan kuping.

Orang yang pertama kali menunjukkan sikap tidak suka atas kenekatannya itu adalah Yudiar. Teman sesama penulis.

"Semoga keputusan ini bukan karena pelarian semata," Yudiar menghirup sigaret di tangannya, dalam-dalam. Lalu mengembuskan asapnya kuat-kuat seraya menatap lekat=lekat wajah Niswari yang sore itu terlihat semakin tirus.

"Diar. Kau tahu, tidak ada seorang pun yang bisa mempengaruhiku," Niswari menanggapi perkataan Yudiar setenang mungkin. Yudiar membuang puntung rokok yang masih panjang. Lalu menginjak-injaknya dengan ujung sepatunya. 

"Aku menunggumu berubah pikiran, Nis," Yudiar berdiri. Menatap sejenak wajah Niswari yang tiba-tiba saja berubah murung.

***

Menjatuhkan pilihan yang menimbulkan kontroversi bukanlah hal yang mudah. Niswari butuh perenungan selama berminggu-minggu. Ia bahkan sempat merasa bersalah karena harus mengkhianati sumpahnya sendiri.

Ya. Sejauh ini Niswari memang pernah bersumpah. Bersumpah tidak akan pernah menikah dengan laki-laki yang sudah beristri. Ia trauma melihat betapa ibunya dulu sangat menderita akibat perbuatan ayahnya yang melakukan praktik poligami.

Sumpah itu dipegang teguh hingga usianya semakin bertambah. Kini Niswari bukanlah gadis remaja lagi. Ia telah tumbuh menjadi perempuan dewasa---terlalu dewasa malah. Usianya sudah merambah ke angka tiga puluh.

Sebenarnya tidak ada desakan atau tekanan dari siapa pun atas keputusan yang telah ia ambil. Niswari hanya merasa sudah lelah. Itu saja.

Niswari menelan ludah. Dua kali mengalami kegagalan dirasanya sudah cukup. Ia tidak ingin merasakannya lagi.

Ia kembali teringat dua tahun lalu saat ia bertemu Alif, seorang laki-laki perantau yang bekerja di sebuah perusahaan swasta di kota tempat ia menetap. Awalnya laki-laki muda itu menunjukkan keseriusannya dan berjanji untuk segera meminangnya. Tentu saja Niswari yang merasa telah cukup umur menyambut keinginan itu dengan perasaan gembira. Ia pun segera menyampaikan kabar bahagia ini kepada keluarganya.

Pihak keluarga setuju. Hari baik untuk melangsungkan pertunangan pun segera dicari.

Tapi jelang satu minggu acara pertunangan hendak digelar, mendadak Alif tidak bisa dihubungi. Ponselnya tidak aktif. Laki-laki itu menghilang tanpa kabar. Niswari sempat dibuat panik. Ia pontang-panting mencari ke sana kemari keberadaan Alif. 

Dimulai dari mendatangi kantor di mana laki-laki itu bekerja.

Dan alangkah terkejut ia ketika pihak kantor memberitahu bahwa sejak tiga hari lalu Alif menyatakan mengundurkan diri dari perusahaan.

Niswari tak ingin kehilangan jejak. Ia lalu mencari Alif ke rumah kontrakannya. Di sana kembali ia harus menelan kekecewaan. Rumah kontrakan sudah kosong. Alif benar-benar telah menghilang.

Pupus sudah harapan indah Niswari. Ia tidak saja merasa tertipu, tapi juga merasa amat terluka dan dipermalukan. Berhari-hari ia mengunci diri di dalam kamar. Airmatanya tak kunjung berhenti tumpah.

Untunglah ia memiliki keluarga yang bisa mengerti dan memahami apa yang tengah dialaminya. Terutama Ibunya. Perempuan paruh baya itu tak henti menghibur serta membesarkan hatinya.

"Barangkali Alif memang bukan jodohmu, Nduk. Bersabarlah. Tuhan pasti punya rencana lain yang lebih indah untukmu."

Satu tahun kemudian ketika hatinya mulai bisa melupakan kejadian yang menyakitkan itu, Niswari bertemu dengan Haris. Laki-laki yang bekerja di sebuah bank swasta dan terlihat cukup mapan. Haris bukanlah seorang perantau seperti Alif. Dan sepertinya Haris juga tidak main-main dalam menjalin hubungan dengannya. Keseriusan laki-laki itu ditunjukkannya dengan membawa Niswari bertemu kedua orangtuanya.

Tapi entah mengapa saat bertemu dengan orangtua Haris, terutama Ibunya, Niswari merasa kurang nyaman. Meski kehadirannya disambut dengan baik, Niswari merasakan ada sesuatu yang disembunyikan di balik sorot mata perempuan seumuran Ibunya itu. Hai itu dirasakan ketika mereka duduk dalam satu meja. 

Dan kepekaan Niswari benar-benar terbukti. Ketika suatu hari Haris menemuinya untuk terakhir kali.

"Maafkan aku, Nis. Aku tidak bisa meluluhkan kerasnya hati Ibuku. Beliau menolak ketika kukatakan aku ingin segera melamarmu," Haris berkata pelan tanpa berani menatap wajah Niswari.

"Jelaskan apa alasannya," suara Niswari bergetar.

"Karena---ah, kamu pasti tidak akan percaya jika kukatakan ini," Haris menghela napas. Ada perasaan ragu yang berusaha disembunyikannya.

"Aku akan mencoba mengerti," Niswari tersenyum. Ia sudah siap mendengar apapun yang akan dikatakan Haris.

"Baiklah, " Haris mengangkat kepalanya sedikit. Menatap Niswari yang duduk di sampingnya dengan tubuh mematung. 

"Suatu malam Ibuku bermimpi melihat seorang gadis yang akan menjadi menantunya, Nis. Tapi gadis itu bukan dirimu." Haris berkata lirih.

Niswari mengangguk.

***

Jika kehadiran Basuki---atau ia biasa memanggilnya Pak Bas, menjadi semacam oase di padang tandus, sekali lagi, Niswari hanya ingin menyudahi takdir yang selama ini dianggapnya tak pernah berhenti mengajaknya bermain-main.

"Jadi kapan kalian akan meresmikan pertunangan?" suara Yudiar membuatnya tersadar dari lamunan panjang. Entah sudah berapa lama penulis buku My life is My Choice itu duduk terpekur di sebelahnya.

"Bulan depan," Niswari menjawab singkat.

"Kau yakin dengan keputusanmu kali ini, Nis?" sekali lagi Yudiar menegaskan.

"Harus yakin!"

"Kalau gagal lagi?"

"Kalau gagal lagi aku memilih hidup sendiri," Niswari menyeruput sedikit kopinya yang sudah dingin. Yudiar mendesah. Ia tidak ingin bertanya apa-apa lagi. Meski ia tahu hatinya dirundung rasa kecewa yang amat dalam.

Angin senja berembus samar. Keheningan menyelinap di antara keduanya.

"Nis," tiba-tiba Yudiar menyentuhkan ujung jemarinya ke atas pundak Niswari.

"Ya?" 

"Dalam waktu dekat aku akan melakukan operasi. Menjadi laki-laki tulen. Maukah kau menungguku dan menikah denganku?"

Seketika Niswari menumpahkan kopi yang diseruputnya. 

***

Malang, 12 November 2019

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun