Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Suatu Siang di Benteng Jalur Perbatasan

19 Juni 2019   20:55 Diperbarui: 20 Juni 2019   02:56 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:konfrontasi.com

"Hai, Laila. Aku Attaya. Ahmed Attaya!"

Kepalaku meneleng. Mencari asal suara. Aku terhenyak saat menyadari bahwa suara itu berasal dari balik tembok benteng. 

Aku menempelkan satu telinga. Memastikan sekali lagi pendengaranku.

Dug! Dug!

"Laila, aku di sini," terdengar suara itu lagi.

"Attaya! Aku tidak bisa melihatmu!" aku berseru gugup setelah yakin bahwa aku tidak salah dengar.

"Ada retakan kecil di bagian tembok paling bawah, Laila. Coba periksalah!" suara berat dari balik tembok itu memanduku. Seketika mataku meneliti. Dan benarlah. Ada lubang angin seukuran tutup botol berada di bagian bawah tembok benteng.

Attaya memberi tanda dengan menjulurkan satu jari kelingkingnya.

"Sentuh tanganku ini, Laila. Aku sama sepertimu.  Aku mengecam perang," Attaya berkali-kali menggerakkan jari kelingkingnya. 

Tiba-tiba saja aku membayangkan sosok Attaya yang berada di balik benteng sana. Ia pasti seorang pria yang lembut hati dan ramah. Hal itu bisa kurasakan dari caranya bertutur kata. 

"Bagaimana kau tahu aku tidak suka perang?" aku menggeser tubuhku, semakin mendekatkan wajah ke arah dinding benteng. Hidungku nyaris menyentuh ujung jari kelingking Attaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun