Tap! Tap!
Dua pisau itu melesat, menancap tepat pada titik sasar yang berjarak hanya beberapa inci dari ubun-ubun dan bagian kiri wajah Alisa.Â
Penonton menghela napas lega.
Dedy meraih pisau ketiga dan keempat. Siap melontarkannya ke arah titik hitam di bagian wajah kanan dan sisi pundak kiri gadis itu.Â
Tap! Tap!
Tak ada pisau yang meleset. Tepuk tangan penonton menggema.Â
Musik pengiring mengalun semakin cepat. Menandakan pisau-pisau di tangan Dedy jumlahnya kian berkurang.
Pada hitungan keenam, di mana pisau kesebelas dan kedua belas siap dilemparkan, lampu menyorot terang pada dada Alisa yang malam itu tampak begitu ranum dan indah.
Dedy Delusi mulai menggerak-gerakkan kedua tangannya. Bukan hanya penonton yang menahan napas, tapi juga Alisa. Gadis itu membiarkan keringat dingin mengucur deras membasahi keningnya yang licin dan halus.
Tampak Dedy sudah mengambil ancang-ancang. Dan tangannya yang memegang dua pisau terakhir mulai berhenti bergerak, siap melontar menggunakan tenaga yang baru saja dihimpunnya.
Sebelum tangan kekar itu itu kembali bergerak, mendadak cahaya lampu berubah arah. Kali ini menyorot tepat pada wajah Dedy yang tersenyum penuh kepuasan.