"Hentikan, Bre! Rama Wijayaku..." perempuan itu tak mampu lagi menyembunyikan airmatanya. "Akhirnya aku menemukanmu---di sini," ia menengadah sejenak. Membalas tatapan angin yang bersliweran di hadapannya.
Lelaki itu tersenyum. Dari balik kelambu jendela kamar yang terkuak sedikit, ia berkata lirih.
"Selamat datang kembali, perempuanku. Lama aku diam, menunggumu dalam rindu. Mengamati setiap nanar gerak kegelisahan dari desah nafasmu yang tersengal dan terburu-buru."
Perlahan lelaki itu menutup kelambu jendela. Merebahkan diri di atas pembaringan dengan tenang.
Sementara di luar sana. Di bawah pohon mangga yang tubuhnya dipenuhi oleh goresan kata-kata. Angin tetiba datang. Bertiup sangat kencang. Meluruhkan satu demi satu kalimat yang telah ditorehkan oleh lelaki itu. Menjadikannya kudapan siang. Untuk kemudian dihidangkan dan disantap dengan lahap oleh perempuan itu.
Perempuan yang datang dari masa lalu.
***
Malang, 10 Maret 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H