"Ra, tunggu!" suara Nayla membuyarkan lamunanku. Nayla, sahabatku satu-satunya di SMK Jurusan Keperawatan ini, sekaligus teman sekamarku, berlari-lari menghampiri.
"Sudah menemui dokter Ilyas?"
Aku menggeleng.
"Pantas saja. Dokter muda itu menanyakan kamu terus," Nayla menggamit lenganku. Aku bergeming.
"Ada apa, Ra? Apakah kamu sakit?" Nayla mengamati wajahku yang murung.
"Nay, hari ini satu tahun kepergian Zer," aku berkata lirih.
"Ra, Zer sudah tenang di alam sana. Kamu jangan sedih begitu. Yuk, kita sama-sama kirim doa terbaik buat Zer, ya," Nayla menatapku seraya tersenyum. Aku menelan ludah. Tenggorokanku tiba-tiba terasa kering.
"Nay, aku masih dan selalu tak berhenti berharap Zer pulang membawakan Edelweis biru untukku."
Dan aku mulai terisak.
***
Malam baru saja bergulir. Aku menyalakan lilin di atas meja kamar. Foto Zer kuletakkan di samping lilin yang sesekali apinya bergerak tertiup angin.