"Maafkan saya, Pukulun. Jika berkenan, silakan Pukulun kembali lagi ke Kahyangan, eh, maksud saya..."Â
Dewa Surya menyipitkan kedua matanya, menatap gadis di hadapannya itu lekat-lekat. Mendadak ia merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang tidak biasa menjalari sekujur tubuhnya.Â
Rasa suka.
Dan selanjutnya, muncul keisengan di dalam diri sang dewa. Ia ingin menggoda Dewi Kunti yang masih tunduk membenamkan kepalanya.
"Aku ingin memberimu seorang anak," Dewa Surya tersenyum simpul. Dewi Kunti sontak njenggirat. Kaget. Pipinya yang ranum memerah dadu.
"A-nak? Pukulun hendak meng-apakan diri saya?" Dewi Kunti melontarkan pertanyaan yang agak ambigu. Dewa Surya tidak menyahut. Ia memejamkan mata. Lalu mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.Â
Tangan itu seketika mengeluarkan cahaya putih yang menyilaukan.
Dewi Kunti terkesima. Sebelum sempat bibirnya mengatakan sesuatu, Dewa Surya sudah menyodorinya seorang bayi laki-laki mungil yang tampan. Bayi berpakaian lengkap selayak dirinya.
 "Ini anakmu. Anak kita. Buah cinta kita. Dan ini sekaligus hukuman manis buatmu, duhai, gadis cantik yang suka bermain-main dengan mantra," Dewa Surya berkata sembari tersenyum.
Dewi Kunti hampir menangis mendengarnya.
***