Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Primbon

24 Januari 2018   07:08 Diperbarui: 16 November 2024   11:01 1540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Anak ini wetonnya tinggi. Sabtu Pahing," aku mengomel.

"Memang apa hubungannya?" Mas Ikrom menatapku sembari tersenyum.

"Sabtu Pahing memiliki watak yang keras kepala, sulit ditenangkan," sahutku kesal.

"Oh, ya? Aku lahir Sabtu Pahing juga. Tapi aku tidak keras kepala. Aku penyabar dan penyayang," Mas Ikrom tertawa seraya menyentil hidungku. Tentu saja aku terkejut mendengar pengakuannya.

"Jadi Mas Ikrom berbohong soal weton lahir Selasa Pahing itu?" aku mendelik ke arah suamiku. Ia mengangguk.

"Demi mendapatkan gadis jelita sepertimu..."

"Sebentar Mas! Hitungan neptu kita jadi berubah nih! Weton 11 ditambah 18 jumlahnya 29. Dibagi 5 sisa 4. Duuh...jatuh ke  punggel,  Mas!" aku berseru gusar. Punggel itu artinya mati.

"Sudahlah, Diajeng. Jangan terlalu percaya pada primbon. Hidup mati seseorang itu di tangan Gusti Allah," Mas Ikrom meraih pundakku. Memelukku erat. Berusaha menenangkan kepanikanku.

Sementara tanpa sengaja mataku melihat ke arah Nifsah yang sedang asyik bermain di pojok kamar.

Astaga, Nduk! Kenapa primbon tua peninggalan Uti kau gunting berkeping-keping?

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun