Tungku itu---masih ada di sana.
"Tadi, pagi-pagi sekali Sri sudah menemani Simbah bersih-bersih rumah dan menanak nasi jagung. Sepertinya ia tahu kalau kamu akan datang."
"Sri?" aku menatap Simbah tak berkedip. Antara girang dan penasaran. Simbah menatapku sejenak. Lalu mengangguk. Aku meletakkan gelas minum dan membimbing Simbah duduk di kursi. Ada yang ingin kutanyakan padanya.
"Sri gadis berlesung pipit itu, Mbah?"
Simbah mengangguk lagi.
"Dia cantik sekali Mbah...cocok jadi calon cucu mantu," aku mengedipkan sebelah mata. Simbah tertawa.
"Aku memanggilnya Sri. Kalau nama aslinya sih..." Simbah memutar sejenak susur  kinang di mulutnya.
"Dewi Sri?" aku menyela, asal tebak. Simbah menggeleng.
"Nama aslinya Nini Thowok."
"Nini Thowok?" aku mencondongkan wajah.
"Iya, Nini Thowok. Mahluk halus penghuni tungku itu," tangan Simbah menunjuk ke arah tungku di dapur yang apinya nyaris padam.