Papi sedang menikmati udara siang di teras penginapan ketika aku datang. Wajahnya tampak berkeringat dan memerah.
"Bali membuatku gerah, Jansen. Papi rindu Amsterdam," ujarnya seraya menggerak-gerakkan kesepuluh jemari tangannya.
"Sepertinya---aku juga, Pi," sahutku bersungguh-sungguh.
"Itu berarti kita harus segera meninggalkan Bali, Zoon," Papi menatapku. Agak ragu aku mengangguk. Tapi kemudian aku ingat, visa kunjungan kami hampir habis. Aku dan Papi mau tidak mau harus kembali ke Amsterdam.
Di akhir bulan Juli yang mendung.
Burung besi kembali membawa kami terbang meninggalkan Bali. Ada perasaan berat yang tertinggal. Tapi aku sudah berjanji kepada Ibu, liburan mendatang aku pasti akan datang menemuinya lagi.
***
Empat bulan berselang....
November tersapu gerimis.
Seorang laki-laki memasuki ruang tahanan khusus perempuan dengan wajah murung. Tidak seperti biasanya, ia bertemu penghuni tahanan itu di sebuah ruang khusus perawatan.
"Bli Made, aku tahu umurku tidak lama lagi..." suara serak perempuan yang terbaring lemah di atas tempat tidur membuat dadanya terasa sesak.