Suster membantuku mengembalikan  ponsel yang sudah kumatikan kepada Bapa Made.
"Bapa, Papi akan segera menyusulku!" aku tidak bisa menyembunyikan kegembiraan. Bapa Made yang sejak tadi duduk di ujung tempat tidur tersenyum.
"Oh, syukurlah. Akhirnya---lelaki keras kepala itu, luluh juga."
***
Aku dipindah dari IGD ke kamar rawat inap setelah lebih dari dua jam menunggu. Usai mengantarku boyong, Bapa Made pamit pulang sebentar. Aku mengizinkannya. Karena aku tahu, laki-laki itu tentu sama lelahnya dengan diriku. Ia butuh istirahat.
Suster baru saja menyuntikkan obat melalui infus yang terpasang di pergelangan tanganku. Sepertinya obat itu mulai bekerja. Aku merasakan kantuk yang luar biasa.
Entah berapa lama aku terlelap di dalam ruangan serba putih itu. Terbangun sekitar tengah malam ketika mendengar langkah memasuki ruangan.
"Maaf, aku harus mengambil sampel darahmu," suster jaga mendekat. Setengah mengantuk aku mengangguk. Kubiarkan tangan terampil itu bekerja. Rasa sakit seperti terkena setrum sesaat kurasakan, ketika spet berujung jarum itu menyedot perlahan darahku. Membuatku menghela napas panjang, berulang-ulang.
"Sudah rampung. Besok hasil lab baru bisa diketahui. Sekarang kau boleh melanjutkan tidur," suster itu merapikan kembali peralatannya. Beberapa menit kemudian terdengar langkahnya berlalu meninggalkan ruangan.
Entah mengapa sepeninggal suster itu, mataku tak bisa lagi terpejam. Ada kekhawatiran yang tiba-tiba saja menderaku.
Jangan-jangan---aku tidak memiliki waktu untuk bertemu dengan Ibu....