***
Sembari makan kami mengobrol. Bapa Made bercerita banyak mengenai Bali. Aku senang mendengarnya. Meski apa yang ia ceritakan semakin membuatku tak sabar bertemu Ibu.
"Semalam aku terpaksa meninggalkanmu, Jansen. Ada upacara Megibung," Bapa Made menjelaskan.
"Megibung?" aku menghentikan suapanku.
"Iya, Megibung itu adalah tradisi makan bersama yang dilakukan oleh warga setempat. Kami makan beramai-ramai dalam satu wadah. Tujuannya untuk menjalin kebersamaan dan kerukunan."
"Oh, iya aku ingat! Dulu Ibu pernah sekali mengajakku menghadiri acara Megibung ini..." mataku berbinar.
"Ingatanmu bagus sekali, Nak," Bapa Made tersenyum menatapku. Â Ia sepertinya paham apa yang tengah kurasakan.
"Habiskan makananmu, Jansen. Kita akan segera memulai pencarian...."
***
Taksi yang kami sewa meluncur perlahan meninggalkan motel. Di tengah perjalanan Bapa Made membisiku, "Kita sedang menuju balai pertunjukan seni di mana Ibumu dulu sering tampil. Semoga di sana bisa mendapat informasi yang kita butuhkan."
Aku mengangguk. Aku percayakan semua harapanku pada laki-laki teman Papi ini.