"Maafkan daku," kusandarakan kepala pada bibir jendela. Menatap jalanan yang masih sepi.
***
Tak...tik...tak...tik. Bunyi itu berubah. Tak lagi tuk, tuk, tuk seperti seperti biaanya. Agak sempoyongan kaki turun dari pembaringan. Membuka daun jendela dan, oh, kulihat seorang bocah perempuan, cantik, berambut ikal berdiri tak jauh dari jendela. Bocah itu menatapku dengan pandang sayu.
"Mama..." bibir bocah itu bergerak. Mama? Apakah ia memanggilku?
Daku melambaikan tangan ke arahnya. Bocah itu mendekat.
"Mama, lihatlah bunga-bunga yang pernah kita tanam berdua, kini tumbuh bermekaran. Aku memetikkan beberapa untukmu." Bocah itu menyerahkan seikat bunga cantik ke arahku.Â
Tik...tik..tik. Itu bunyi rintik hujan.
Seorang lelaki menggamit lengan bocah itu. "Mari kita pulang, sayang. Besok kita ke sini lagi."Â
Dari bibir jendela daku murung. Menatap jejak-jejak kaki yang terhapus hujan.
"Waktunya minum obat!" seorang perawat menyentuh pundakku.
"Suster, siapa mereka?" tanyaku seraya memejam mata.