"Maafkan aku, Galuh...."
"Apa yang telah terjadi padamu?" Galuh perlahan melepas pelukannya. Mata gadis itu masih memerah.
"Banyak hal yang telah kualami, Galuh. Bisakah kita mencari tempat yang nyaman?" Panji menatap gadis di hadapannya itu.
"Kita bicara di pondok saja!" seru pemuda yang sedari tadi berdiri mematung.
"Ah, ya, kamu benar, Bagaskara," Panji tersenyum. Di raihnya tangan Galuh.
"Pondok? Astaga! Aku meninggalkan ibu angkatku di sana!" Galuh menepiskan tangannya.
***
Gadis itu berjalan setengah berlari. Berkali-kali ia menggumam. Ia merasa sangat bersalah karena terlalu lama meninggalkan ibunya.Â
Sementara kedua pemuda mengikutinya dari belakang.
Pondok tua mulai terlihat. Galuh mempercepat langkahnya. Ia menoleh sejenak ke arah Bagaskara yang telah berbaik hati membawakan tandan pisang yang hampir dilupakannya.
"Mami tentu sangat lapar," Galuh meraih tandan pisang dari tangan Bagaskara.