"Kenapa? Dokter heran karena kami tidak ikut mati?" tanyaku santai. Dokter itu terdiam.
***
Polisi menangkapku. Aku dinyatakan sebagai tersangka tunggal atas kematian Kiera. Aku dituduh sengaja membubuhkan racun pada kopi yang diminum Kiera hingga menewaskannya. Ini pembunuhan berencana! Begitu menurut mereka. Sungguh, aku tak berkutik lagi. Apalagi mengelak dari tuduhan keji itu.
Kini hampir semua mata tertuju ke arahku.
"Perempuan bangsat! Kau pembunuh anakku!" seorang laki-laki paruh baya meludahi wajahku. Polisi menarik lengan laki-laki itu dan membawanya menjauh dariku. Laki-laki itu meronta dengan kalap. Ia melontarkan makian beraneka nama binatang yang ditujukan padaku.
Aku tak bergeming.
"Dia benar-benar pembunuh berdarah dingin," seseorang berbisik, tertangkap oleh telingaku. Aku tersenyum tipis.
Para kuli tinta mengepungku. Membidikkan kamera berulang kali ke arah wajahku. Wajah yang menurut mereka cantik. Wajah yang tak pantas dimiliki oleh seorang pembunuh.
Itu jika memang benar aku ini seorang pembunuh.
Â
***