Lain halnya dengan si Kerbau. Ia duduk termenung di tepi sungai. Wajahnya terlihat sedih. Sesekali ia menatap bayangan tubuhnya di atas air sungai yang bening.
"Mengapa hanya aku yang paling dungu di antara hewan-hewan di dunia ini?" ia bergumam.
"Hei, siapa bilang!" tiba-tiba seekor burung gelatik berseru mengagetkannya. Kerbau menoleh.
"Menurutku, kau bukan hewan yang dungu. Kau hanya pemalu dan rendah hati," seekor bebek betina ikut menyahut.
"Yup, setuju! Rendah hati!" burung gelatik mengepakkan sayapnya berkali-kali.
"Kalian berdua terlalu berlebihan memujiku," Kerbau tersipu. Ia melenguh perlahan.
"Ya, ya, karena memang kamu patut dipuji. Menurutku, kamu adalah hewan paling berjasa di dunia ini," burung gelatik itu meneruskan ocehannya. Beberapa saat kemudian ia menukik dan hinggap manis di atas punggung si Kerbau.
"Berjasa apa? Aku merasa tidak melakukan apa-apa...," tutur Kerbau kebingungan.
"Hai, dengar, Bung! Jasamu besar sekali. Kau hewan paling rajin membantu petani. Kau tidak pernah marah meski pagi-pagi petani menggiringmu ke sawah. Kau tidak pernah protes meski harus membajak tanah di bawah terik matahari yang panas. Kau tidak mengeluh walau tubuhmu belepotan lumpur yang kotor dan bau," lanjut burung gelatik seraya melenggak-lenggok di atas punggung Kerbau.
"Oh, benarkah begitu? Aku sama sekali tidak merasa diriku berjasa. Aku hanya ingin membantu petani mengolah sawah supaya subur. Bukankah jika tanah subur hasil panen akan melimpah ruah? Aku hanya mengerjakan apa yang aku bisa," lagi-lagi Kerbau melenguh. Ekornya bergerak ke sana ke mari.
"Ya, ya, itulah dirimu. Sangat rendah hati. Berbeda dengan si Harimau Raja Hutan itu. Ia besar mulut dan sombong. Coba, apa yang sudah dia lakukan selama ini? Kerjanya cuma menggertak dan menakut-nakuti doang!" sahut bebek betina diiringi suara meleternya yang cempreng.