Setiap orang pasti pernah mengalami hal-hal konyol dalam hidupnya. Demikian juga saya. Saya pernah mengalami 2 peristiwa konyol yang tak terlupakan hingga detik ini. Dan saya jadi suka tertawa sendiri jika mengingatnya.
Ini dia bocorannya....
1.Gara-gara nama
Nama saya termasuk jenis nama pasaran alias banyak digunakan orang. Nama Lilik kalo dihitung dengan jari tangan plus jari kaki, nggak bakalan terhitung. Ada berapa nama Lilik di dunia ini? Silakan Anda hitung sendiri yaa....
Di gang sempit tempat saya bermukim saja ada 3 orang bernama Lilik, termasuk saya. Kebetulan kami, trio Lilik ini sama-sama berstatus single mom. Nah, dari kesamaan nama inilah peristiwa konyol itu terjadi.
Suatu pagi saya didatangi 2 orang tamu wanita. Seorang ibu berusia lebih tua sedikit dari saya dan anak gadisnya. Saya tidak kenal dan belum pernah bertemu dengan mereka sebelumnya.
Yang bikin nyesek kedua tamu saya itu tanpa babibu langsung nyerobot masuk dan melabrak saya.
"Oh, ini toh orangnya. Pantesan ayah kepincut!" sang anak gadis menatap saya dengan sinis. Sang ibu yang berdiri di sebelahnya tak kalah serem ikut memandangi saya.
"Ada apa ini?" tanya saya bingung bin culun. Maklum nggak tau juntrungan arah pembicaraan mereka.
"Alah, pura-pura nggak ngerti lagi. Nama situ Lilik kan?" sang anak gadis mencibir ke arah saya. Meski agak tersinggung, saya toh mengangguk juga.
"Nah, bener kan! Eh, asal tau aja ya, ayah saya itu cuma sopir angkot. Ngapain juga selingkuh sama sopir angkot yang sudah punya anak bini? Memang nggak bisa cari laki-laki lain selain ayah saya yang sudah bangkotan itu?" sang anak gadis kalang kabut ngomeli saya. Nah, dari omelan yang terasa panas di kuping ini, saya jadi tau permasalahannya.
"Ibu dan Mbak yang lagi marah, silakan duduk dulu," saya mempersilakan kedua tamu saya yang lagi panas membara itu.
"Ibu dan Mbak yang lagi marah, maaf saya gantian bicara. Anda berdua nggak salah labrak nih?" tanya saya tenang. Kedua tamu saya saling berpandangan.
"Tapi nama situ benar Lilik kan?" sang ibu mulai terlihat was-was.
"Benar, Bu. Nama saya Lilik. Lengkapanya Lilik Fatimah Azzahra," saya sengaja menekankan nada suara saya.
"Loh, Ma, yang kita cari kan Lilik Saodah...," sang anak gadis berbisik menyenggol lengan ibunya.
"Jadi kita salah orang ya?" sang ibu balik menyenggol lengan putrinya.
Kontan wajah kedua tamu saya berubah. Dari kecut masam ke manis manggis.
"Aduh, maaf ya Bu Lilik, kita salah orang. Sekali lagi maaf kami sudah marah-marah sama ibu. Jadi malu, nih," sang ibu berdiri diikuti anak gadisnya. Buru-buru keduanya pamit ngacir entah kemana.
Tuh, kan. Gara-gara nama yang sama, nggak ikut makan nangkanya jadi terkena getahnya....
2.Hidung saya dikira palsu
Ini peristiwa yang lebih konyol lagi. Ceritanya begini. Suatu pagi saya belanja ke pasar terdekat bersama anak perempuan saya. Karena pas berangkat belum sarapan, anak saya mengajak untuk mampir dulu di warung. Khawatir pingsan di pasar karena lapar, ya, saya turuti saja keinginan anak saya itu.
Kami menemukan sebuah warung yang terletak di pojok pasar. Warung itu masih sepi. Hanya kami berdua pagi itu yang memesan makanan.
Baru saja makanan terhidang, datanglah seorang pengunjung. Saya tidak memperhatikan orang tersebut karena saya lebih tertarik pada sepiring nasi dan tempe penyet di hadapan saya.
Usai makan dengan lahap, saya bermaksud membayar harga makanan. Tiba-tiba pengunjung yang baru datang tadi menahan saya.
"Tunggu Sis, boleh saya tanya sesuatu?" orang itu bertanya dengan suara cempreng. Walah, saya baru tersadar. Setelah saya amati, ternyata ia seorang waria (baca bencong).
Jujur saya paling pobhia melihat waria. Bukan apa-apa. Dalam benak saya waria tetaplah laki-laki meski berpenampilan perempuan. Ngeri aja lihat penampilannya yang nyleneh.
"Sis, itu hidung operasi di mana? Kayaknya sempurna bingit. Ike jadi kepingin deh...," sang waria cengar-cengir menatap saya. Saya terkejut bercampur mual. Waduh, ini bencong, pake godain saya lagi.
"Kasih tau nama dokternya dong, Sis. Hidung Ike mau dibenerin nih. Operasi hidung Ike yang kemaren nggak banget deh. Coba Sis perhatiin. Masih kentara sambungannya kan?" Waria itu nunjuk-nunjukin hidungnya yang gede segede jambu monyet.
"Hidung saya ini asli, Sus...," ujar saya. Eh, saya kok malah panggil dia Sus?
"Ah, yang bener...," waria itu mengedip-kedipkan matanya.
"Suer, ini asli. Sudah bawaan orok!" saya mulai kesal dengan sikap ngeyel waria itu.
"Boleh pegang nggak? Biar yakin aja. Tuh hidung asli apa bukan," waria itu berdiri dan siap menyentuh hidung saya.
Tuh, kan, sudah pohia malah mau dipegang-pegang lagi!
"Eh, stop! Oke, hidung saya ini palsu. Jangan sentuh, nanti rusak!" saya berseru panik. Waria itu terbelalak. Ia menatap saya dengan takjub. Lalu menyodorkan secarik kertas dan pensil.
"Tulis di sini alamat dokternya, ya, Sis...."Â
Saya segera menulis nama dokter dan alamat di atas kertas yang disodorkan ke arah saya. Saya terpaksa melakukannya demi menyelamatkan hidung asli ini dari jarahan waria edan itu.
Sepanjang perjalanan pulang anak saya tertawa terpingkal-pingkal. Meski dongkol setengah mati saya akhirnya ikut tertawa juga. Asal tau aja.... Nama dokter dan alamat yang saya berikan kepada waria itu, tak lain dan tak bukan adalah nama dokter ahli kandungan kenalan saya.
Selamat pagi dan selamat berwiken...:)
Â
***
Malang, 31 Oktober 2015
Lilik Fatimah Azzahra
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H