Dari pengalaman penulis yang turun di stasiun bukan stasiun akhir, penulis tidak bisa meminta tolong kepada petugas atau malah tidak ada peringatan dari petugas padahal ini terlihat dalam manifest, apalagi perjalanan malam kadang tidak jelas posisi kereta sudah berada di mana, untungnya penulis mengandalkan ponsel ber GPS (tentu saja ponsel di bawah satu jutaan sekarang pun sudah ada GPSnya) dan bisa terus update lokasi dan dapat turun tanpa terlewat.
Meskipun kereta yang penulis pakai adalah kereta Taksaka Malam berkelas eksekutif tapi di kereta tidak ada display layar posisi sekarang dimana dan akan menuju stasiun apa, terlebih lagi petugas yang digerbong pun menghilang entah kemana.
Aspek ini dapat diringkas dalam bebarapa poin berikut:
- Tidak ada kepastian petugas yang bertanggung-jawab dengan penumpang langsung (kecuali masinis di ruang kemudi) jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
- Dahulu sebelum reservasi online Manifest tidak ada, alhamdulillah sekarang ada, meski penulis belum merasakan PT KAI memiliki data update saat kereta sudah berjalan, atau masih dapat dikatakan daftar calon penumpang.
- Penumpang tidak tahu posisi lokasi kereta.
*
Usulan Inovasi Layanan
Sedikit mengingatkan pada masa-masa kelam perkereta-apian kelas ekonomi di masa-masa saya melakukan studi di Jakarta sejak tahun 2006. Kereta solo-jakarta bagaikan tempat dimana hukum rimba berlaku, tidak ada aturan sama sekali, pengamen berkelompok mengintimidasi penumpang secara bergantian, colak colek di bagian wajah yang merupakan ketidaksopanan dan intimidasi itu biasa penulis terima dari pengamen tersebut, belum lagi penumpang-penumpang dari stasiun awal yang menggunakan tempat duduk lebih dari satu untuk tidur. Penulis tidak tahu pasti, dari rumor gosip yang beredar ada salah satu awak kereta yang meninggal karena pihak luar, saat itulah polsuska begitu mencolok terlihat oleh penumpang dan benar-benar saat itu bersih dari para begundal jalanan berkedok pengamen.
Penulis mengapresiasi perubahan tentang sterilisasi stasiun. Mungkin ide ini juga mengubah kebiasaan pengantar yang melambaikan tangan dari luar kereta di dalam peron stasiun. Masalah yang sudah terbiasa mungkin akan tidak lagi dianggap masalah, hanya dengan membandingkannya dengan standar yang lebih baik, misal membandingkan dengan keamanaan pesawat terbang, baru akan terlihat. Penulis mendapatkan sebuah pelajaran dari Prof. Reinald Kasali di sebuah kelas manajemen perubahan, bahwa salah satu cara untuk menunjukan bahwa ada masalah kebersihan toilet, yang berkepentingan perlu diajak ke hotel berbintang dan menggunakan toiletnya.
Pembatasan Area
Dari beberapa analisis, penulis menyimpulkan adanya poin penting sehingga diperlukan pembatasan area. Meski mungkin dengan dibatasi membuat orang berceletuk gerbong panjang itu yang menjadikan itu dinamakan kereta, kebiasaan dari beberapa dekade dan juga orang-orang yang bekerja di kereta biasanya loyal dan penuh kecintaan sehingga sedikit yang pernah bekerja di moda transportasi lain seperti airline atau bus.
Pembatasan area ini memiliki keunggulan yang memungkinkan kelemahan-kelemahan keamanan, kenyamanan dan kepastian dapat diatasi. Pembatasan area yang diusulkan disini adalah dilakukannya penguncian pintu antar gerbong dengan jarak dua-dua. Dapat dilihat pada gambar berikut: