SEPAKAT tidak sepakat harus sepakat bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Betapa tidak, karena jasa-jasa seorang guru, begitu banyak sumber daya manusia (SDM) tanah air yang sangat mumpuni.
Bahkan, tak sedikit lantaran jasa-jasa seorang guru pula banyak manusia-manusia pintar, cakap serta bijak sehingga mampu membawa harum Bangsa dan Negara Indonesia.
Karena jasa dan pengabdiannya itu sudah sepantasnya jika pemerintah memberikan perhatian lebih. Baik itu dari segi kenyamanan kerja maupun kesejahteraannya.
Untuk apa?
Terang saja, agar para guru ini bisa bekerja lebih tenang, lebih nyaman dan tentunya bisa lebih sungguh-sungguh dalam menularkan ilmunya terhadap anak didik.
Sayang realita yang terjadi saat ini tak jarang berhembus kabar bahwa nasib guru yang memprihatinkan terlebih lagi nasib guru honorer.
Apa itu guru honorer?
Sudah pasti merupakan guru yang tidak digaji layaknya seorang guru tetap. Mereka hanya menerima pendapatan berdasarkan honorarium disesuaikan dengan jumlah jam pelajaran yang dilakoninya.
Nasib Guru Honorer
Khusus bicara guru honorer di tanah air boleh jadi sudah tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Sudah begitu banyak kabar dan berita yang mendeskripsikan tentang keprihatinan dengan status guru honorer tersebut.
Sebut saja dari sulitnya perjuangan mereka untuk menjadi guru tetap atau kisah penghasilan mereka yang masih sangat kecil. Tidak sebanding dengan pengorbanan dan pengabdian mereka dalam mencerdaskan anak bangsa.
Padahal, dalam proses pendidikan, kehadiran guru honor sangat dibutuhkan. Keberadaan guru honorer membantu dan mendukung proses pendidikan. Sebagai pendidik, guru honor memiliki tugas dan tanggungjawab yang sama dengan guru PNS. Mendidik anak bangsa. Di sekolah- sekolah tertentu guru honor malah lebih mendominasi. Jumlah mereka lebih banyak dibandingkan guru PNS.
Hidup matinya proses pendidikan juga ditentukan oleh guru honorer. Kehadiran guru honor dalam kondisi tertentu sangat membantu guru PNS. Jamak diketahui, guru PNS di negeri ini dituntut memenuhi administrasi yang memberatkan.
Tidak jarang mereka meninggalkan sekolah karena disibukkan mengurus administrasi. Di sini guru honor sering diminta mengajar di kelas yang ditinggalkan guru PNS.
Walau memiliki peran penting, namun derita guru honor di negeri ini masih terjadi. Cerita minor tenang nasip mereka masih mewarnai dunia pendidikan tanah air. Tindakan diskriminasi masih kerap dialami guru honorer.Â
Penghargaan terhadap jasa mereka belum sebanding dedikasi yang diberikan. Kesejahteraan guru honor baik material maupun non material masih jauh dari layak.
Kesejahteraan material berkaitan dengan upah yang diterima. Secara umum imbalan material yang didapat belum setara dengan beban kerja. Banyak guru honorer yang masih diupah secara tidak layak.Â
Gaji mereka masih di bawah standar UMR. Mereka juga tidak mendapat tunjangan sebagaimana guru PNS.
Guru Honorer ini Viral di Medsos
Bahkan, bicara tentang mirisnya nasib guru honorer, baru-baru ini warganet baru dihebohkan dengan video curhatan Mamduh Jamaludin, seorang guru honorer di salah satu sekolah swasta di Provinsi Banten. Video ini menjadi viral dan mendapatkan respon luar biasa dari netizen.
Mamduh menumpahkan kegelisahannya terkait honor guru honorer lebih kecil dari nilai ulangannya Nobita sahabatnya Doraemon, sebuah film kartun anak-anak.
Kenapa dia membandingkan gaji honornya lebih kecil Nobita?
Karena seperti dikatakan Mamduh dalam unggahan video di akun twitter pribadinya, hasil ulangan Nobita selalu mendapatkan nilai Nol. Sementara gajinya yang hanya Rp.100 ribu per bulan jika dikalkulasikan dengan kebutuhan hidupnya maka hasilnya lebih ambyar. Sebab, lebih parah dari nol alias minus.
Dalam unggahan Video yang berdurasi 74 detik tersebut, dia menceritakan segala keluh kesah seorang guru honorer yang berpenghasilan ambyar dengan kemasan seolah sedang open mix atau stand up comedy.
"Video ini teruntuk adik-adik kalau misalnya ditanya cita-cita terus pengen jadi guru," katanya.
"Jadi guru bukan cita-cita, nasib, tragis kalau seandai kehidupan guru honorer diangkat jadi film rasanya itu terlalu vulgar, dikecam KPI, konten negatif masuknya ke deep web," tambahnya
Seterusnya Mamduh seperti sesuai dengan judul di atas, gaji gurunya lebih kecil dari Nobita. Selain penghasilannya minus jika dikalkulasikan dengan kebutuhan sehari-harinya. Bahkan, sekedar untuk makan enak pun dengan gaji hanya Rp. 100.000,- menurutnya hanya mitos.
"Solusinya kita kalau mau makan enak Rp 100 ribu dibeliin kuota 10 giga, buka Youtube tonton tuh tanboy kun mukbang sebulan," katanya lagi.
Kemudian dalam kesempatan tersebut, dia juga curhat bahwa menjadi guru honorer tantangannya sangat berat. Dia harus memiliki usaha yang besar saat di kelas. Belum lagi ada murid yang tidak mendengar guru saat memberi penjelasan.
"Di kelas ngademin anak yang badungnya bukan main, kita lagi ngajar di kelas ngejelasin ada aja yang gendang-gendang meja ada yang jadi vokal, ada yang pakai suara dua, perkusi mereka. Kita di depan dianggap apa? Adi MS, Erwin Gutawa, Jayadi? Jayadi siapa? Jayadi siapa?" ujar dia.
Namun seperti dikutip dari okezone.com, rupanya unggahan videonya tersebut sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2019 lalu. Dan diupload kembali pada Rabu (10/6/2020).
"Sebelumnya pernah diupload tahun 2019, sempat viral juga sampai 1 juta retweet, Saya hapus postingannya. Nah, kemarin saya upload lagi karena ingin menjawab keresahan para guru honorer saja sih," katanya.
Dia juga menegaskan bahwa honor mengajarnya selama sebulan memang benar Rp100 ribu. "Iyah benar honornya Rp100 ribu," ucapnya
Butuh Perhatian Mas Nadiem
Dengan masih mirisnya penghasilan serta kehidupan para guru honorer tentu saja harus menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Dan sebenaranya kabar keseriusan mantan Boss Gojek ini pernah mencuat.
Pria yang kerap dipanggil Mas Nadiem ini sempat menghembuskan angin segar bagi guru honorer. Dalam hal ini, Mendikbud Nadiem hadir sebagai oase di tengah padang gurun derita guru honorer. Menaikkan alokasi anggaran dana BOS untuk pembayaran gaji guru honor adalah gebrakan yang patut diapresiasi.
Boleh jadi kebijakan ini tidak benar-benar bisa membantu, tetapi sekali lagi patut diapresiasi karena merupakan langkah maju dalam meningkatkan kesejahteraan guru honorer.
Hanya saja sudah menjadi rahasia umum bahwa pencairan dana BOS tersebut kerap terlambat. Jelas ini otomatis akan menghambat pula pada pembayaran upah guru honorer.
Untuk itu menjadi tugas dan kewajiban Mas Nadiem untuk segera membenahi catatan kecil ini agar kedepannya pencairan dana BOS bisa tepat waktu.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H