Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Inkonsistensi PSBB alias Bercanda dengan Nyawa

13 Mei 2020   19:09 Diperbarui: 13 Mei 2020   19:09 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TETANGGA saya salah satunya ada yang berprofesi sebagai sopir angkutan kota (Angkot). Dia agak girang saat mendengar ada wacana Pembatasa Sosial Berskala Besar (PSBB) akan dilonggarkan.

Kegirangannya itu disampaikan langsung pada saya sendiri pas kebetulan lewat depan rumah tadi pagi.

"Alhamdulillah, katanya PSBB akan dilonggarkan. Setidaknya saya tidak lagi susah nyari penumpang."

Menanggapi hal tersebut, saya hanya bisa tersenyum. Soalnya dilonggarkan atau tidak, toh di Kabupaten Sumedang PSBB-nya udah memasuki periode kedua dan itupun sebentar lagi juga beres. Artinya, jika tidak kembali diperpanjang, tetangga saya ini bisa kembali bebas menarik penumpang tanpa harus ada batasan.

"Iya, kang," saya hanya bisa mengiyakan, tanpa ingin panjang lebar bicara. Takut jatuhnya jadi gosip. Maklum, lagi puasa, he .. he.

Namun, esensinya PSBB itu tidak hanya berlaku di Kabupaten Sumedang, tetapi banyak tersebar di daerah-daerah lainnya di Nusantara. Dan memang benar seperti apa yang dikatakan tetangga saya itu, pemerintah tengah mewacanakan adanya pelonggaran PSBB.

Kenapa?

Katanya sih, tidak ingin ekonomi kita makin terpuruk.

Kalau memang itu alasannya, mari kita tarik lagi ke belakang soal maksud dari PSBB.

Kalau saya tidak salah tafsir, PSBB bertujuan untuk memutus rantai penyebaran virus corona atau covid-19. Dengan begitu diharapkan korban atau kasus positif yang diakibatkan oleh virus asal Wuhan, China ini tidak semakin menginfeksi banyak orang.

Oleh karena itu, pemerintah menekankan kepada seluruh warga negara untuk mematuhi aturan PSBB itu, berupa social distancing, physical distancing, work from home atau protokol kesehatan lainnya.

Jadi pada intinya, PSBB adalah upaya pemerintah guna memproteksi warga negaranya dari keganasan pandemi covid-19 agar tidak tidak sakit apalagi sampai meninggal dunia.

Tentu saja, aturan ini patut diapresiasi, apalagi pemerintah pun tidak lepas tangan. Dalam hal ini, aturan PSBB ini dibarengi dengan bantuan sosial bagi masyarakat terdampak. Salah satunya, tetangga saya tadi. Meski memang realitanya hingga saat ini bantuan tersebut di lingkungan saya tinggal tak kunjung datang.

Masalahnya sekarang, saya mau nanya. Jika aturan atau apapun itu belum atau tidak menghasilkan sesuai keinginan, apa yang harus diperbuat?

Logika sederhananya, jika tidak diganti, tentunya aturan itu seharusnya lebih diseriuskan lagi dalam penerapannya, bukan?

Nah, ini yang saya tidak pahami dengan pola pikir pemerintah, saat ini. Atau, mungkin saya terlalu bodoh untuk memahami hal ini.

Jika melihat dari jumlah angka kasus positif virus corona di tanah air yang masih terus terjadi penambahan tiap harinya. Bahkan penambahan tersebut rata-rata di atas 200 kasus. Pun dengan kematian, meski kenaikannya tidak signifikan.

Terbukti, kemarin, Selasa (12/5/2020) jumlah kasus positif virus corona masih diangka 14.749 orang dengan 1.007 orang diantaranya meninggal. Hari ini Rabu (13/5/20) jumlah positif ada kenaikan sebanyak 689 orang menjadi 15.438 orang. Sedangkan angka kematian bertambah menjadi 1.028 orang atau ada penambahan sebanyak 21 orang.

Kendati demikian, patut disyukuri jumah angka kesembuhanpun terus menunjukan progres positif.

Tapi, jika melihat masih banyaknya penambahan kasus positif dan kematian, PSBB ini masih belum mampu menunjukan hasil positif. Bisa jadi hal tersebut bukan karena aturan yang tidak baik, melainkan rendahnya tingkat kedisiplinan warga.

Dengan demikian jika ingin PSBB bisa berjalan lebih efektif, sejatinya lebih diperketat dan lebih tegas dalam penerapan sanksi, untuk memberikan efek jera. Sehingga dengan demikian diharapkan akan tumbuh kesadaran dari masyarakat.

Anehnya, alih-alih lebih memperketat PSBB, pemerintah malah berencana relaksasi atau melonggarkan aturan ini. Sejujurnya, saya tidak paham dengan hal ini.

Yang saya pahami, rencana pelonggaran PSBB ini seolah keselamatan dan kesehatan masyarakat hanya dijadikan bahan candaan atau eksperimen oleh pemerintah.

Bagaimana pemerintah kepikiran ingin melonggarkan PSBB, sementara kasus demi kasus positif dan kematian masih terus bertambah tiap harinya. Jika sudah begini, apa sebutan yang pantas bagi pemerintah, kalau bukan sedang bercanda dengan nyawa penduduk tanah air.

Dengan kata lain, Di tengah peningkatan jumlah kasus warga positif terjangkit virus corona, relaksasi dianggap hanya akan membuat "ambyar" proses pencegahan yang selama ini dilakukan. Pemerintah juga bakal dianggap tidak konsisten dalam mengeluarkan kebijakan.

Makanya sangat beralasan jika wacana pelonggaran PSBB ini mendapat kritikan dan penolakan banyak pihak. Mereka beranggapan, wacana tersebut akan sangat berdampak buruk bagi keselamatan masyarakat. Bahkan ada juga yang menilai, pemerintah Indonesia hanya mengedepankan urusan ekonomi tanpa mempertimbangkan faktor kesehatan masyarakat.

Padahal, jauh hari sebelumnua, WHO sudah mengingatkan kepada negara di dunia, untuk tak mencabut status lockdown atau pembatasan sosial yang dilakukan. Sejumlah negara yang melonggarkan pembatasan sosial kembali mengalami peningkatan kasus infeksi virus corona.

Seperti dikutip Okezone.com, Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesusm menyarankan, negara harus terlebih dulu mampu mengendalikan epidemi, sebelum mencabut pembatasan sosial. Selain itu, negara juga harus bisa memastikan sistem kesehatannya mampu mengatasi potensi penularan kembali dan memiliki pengujian yang diperlukan untuk melacak serta mengisolasi infrastruktur yang ada.

Nah, apa yang diungkapkan oleh WHO ini sejatinya harus benar-benar dipahami betul oleh pemerintah sebelum memutuskan relaksasi PSBB.

Saya jelas tidak ingin, hanya karena alasan ekonomi, pemerintah akhirnya mengorbankan keselamatan dan kesehatan masyarakat. Seperti saya bilang di paragraf atas, jika pemerintah memaksakan kehendaknya tanpa memperhatikan batasan-batasan seperti yang telah dikeluarkan WHO, sama artinya pemerintah sedang bercanda dengan nyawa warga negaranya.

Inkonsistensi Pemerintah

Selain mengancam keselamatan dan kesehatan masyarakat, pelonggaran PSBB ini juga merupakan bukti inkonsistensi pemerintah dalam memberlakukan sebuah aturan. Dan ini tentunya semakin memperpanjang deretan inkonsistensi pemerintah terkait penanganan virus corona.

Sebelumnya, pemerintah hendak menerbitkan larangan mudik sejak awal namun pada akhirnya hal tersebut dibatalkan. Eh, pas menyadari banyak kasus di daerah, pemerinyah pun akhirnya memberlakukan larangan mudik.

Lagi, larangan ini juga tidak konsisten. Karena, ternyata masih meninggalkan celah. Yaitu, larangan ini tidak berlaku bagi mereka yang hendak pulang kampung. Padahal mudik ataupun pulang kampung, esensinya sama bahwa mereka berpotensi membawa wabah virus corona.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun