Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Saat Anies Pecundangi Ahok dan Duduk Santuy di Kursi Empuk Ibu Kota

7 Maret 2020   11:05 Diperbarui: 7 Maret 2020   11:57 1391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


BAGI masyarakat yang memiliki interest terhadap dunia politik, tentunya pernah mengikuti pergerakan dan perkembangan persaingan dua kandidat kuat  Gubernur DKI Jakarta 2017 lalu. Yakni antara seorang petahana, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dengan Anies Baswedan.

Maaf, dalam hal ini bukan bermaksud untuk mengecilkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang kala itu juga ikut berpartisifasi pada kontestasi Pemilihan guberbur (Pilgub) DKI Jakarta. Tapi, memang tidak banyak yang berani menjagokan putra SBY itu mampu keluar sebagai pemenang.

Dan realitanya seperti itu, AHY yang waktu itu belum lama memutuskan keluar dari keanggotaan TNI tidak mampu berbuat banyak dengan hanya menjadi juru kunci. Kendati demikian, Pilgub DKI 2017 jadi tonggak baru bagi AHY terjun dalam kancah politik hingga saat ini.

Tidak hanya itu, kehadiran AHY dalam persaingan DKI Jakarta 2017 dinilai sebagian pengamat politik, membuyarkan harapan Ahok yang berpasangan dengan Djarot untuk kembali memimpin Jakarta.

Kenapa?

Meski pada pertarungan Pilgub DKI Jakarta tersebut pasangan Ahok - Djarot mampu unggul dengan perolehan 42,99% suara (Bisnis.com), tapi tidak cukup mengantarkan pasangan petahana ini jadi gubernur dan wakil gubernur. 

Sebab sesuai regulasi, syarat lolos langsung ke Balai Kota (kantor pemerintahan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta) harus 50% + 1. Dengan demikian pertarungan pun harus dilanjutkan pada putaran kedua.

Nah, dari sinilah keberadaan AHY dan pasangannya menjadi berkah buat pasangan Anies - Shandy.

Sebagian pengamat politik percaya bahwa pada putaran kedua, pendukung AHY pada putaran pertama, suaranya pindah ke Anies. Jadi secara tidak langsung, AHY dianggap sebagai vote getter pasangan Anies Baswedan - Sandiaga Uno, hingga akhirnya mampu membaikan keadaan.

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno akhirnya keluar sebagai pemenang pertarungan, dan berhak atas jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarata periode 2107-2022. Sementara Ahok harus rela mengubur impiannya dalam-dalam untuk kembali memimpin Jakarta.

Bahkan, bak jatuh tertimpa tangga pula. Kalah dalam pertarungan Pilgub DKI Jakarta, Ahok dihadapkan pada kasus penistaan agama hingga akhirnya harus berurusan dengan hukum dan divonis bersalah.

Ahok pun terpaksa menjalani hukuman penjara selama 1 tahun 8 bulan 15 hari, di tahanan Mako Brimob, Kelapa dua, Bogor, Jawa Barat. (Detikcom).

Itulah perjalanan dan pertarungan antara Anies dan Ahok. Anies Baswedan yang jauh sebelumnya tidak diunggulkan malah mampu mempecundangi Ahok dan melenggang mulus duduk di kursi empuk ibu kota negara sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.

Dalam perjalananannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies yang akhirnya "bercerai" dengan pasangannya. Sandiaga Uno harus mendampingi Prabowo Subianto Pilpres 2019. Ujian demi ujian dan serangan bertubi-tubi dari publik dan warganet seolah menjadi menu tetap Anies Baswedan.

Hal itu tidak lepas dari beberapa kebijakannya dianggap tidak sesuai, termasuk bencana banjir yang terus-terusan mengepung Jakarta. Konsep naturalisasi yang dia jagokan ternyata hanya sebatas wacana dan tidak mampu membebaskan Jakarta dari kepungan banjir.

Meski begitu, segala hujatan, nyinyiran dan kritikan tersebut kebanyakan hanya ramai di jagat maya atau media sosial.

Jelas, ini berbeda pada waktu jaman Ahok, yang sewaktu menjabatnya begitu banyak serangan aksi termasuk dua aksi yang hingga saat ini masih diingat penulis, yaitu  aksi ratusan ribu massa pada 4 November 2016 (gerakan 411) dan 2 Desember pada tahun yang sama (gerakan 212).

Kedua aksi massa besar-besaran tersebut, menuntut Ahok turun dari jabatannya selaku Gubernur DKI Jakarta dan menuntut proses hukum atas tuduhan penistaan agama.

Begitulah gambaran politik Jakarta saat itu, dimana Anies akhirnya mampu mempercundangi seorang kandidat kuat. 

Meski kemenangan Anies itu pun tidak lepas dari kontribusi dua aksi besar dan jangan lupa pula peranan AHY yang mampu memecah suara pemilih Jakarta pada putaran pertama Pilgub DKI 2017.

Ahok Kembali Kuasai Ibu Kota?

Hampir 3 tahun semenjak pelantikan, Anies menjadi penguasa ibu kota. Selama ini pro kontra terhadap kepemimpinannya terus saling bersahutan tiada henti hingga sekarang.

Terlepas dengan segala kontroversinya, Anies masih tetap kokoh sebagai pemegang tampuk kekuasaan tertinggi ibu kota.

Namun, seiring dengan rencana pemerintah memindahkan ibu kota negara ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur, hampir bisa dipastikan posisi Anies sebagai penguasa ibu kota akan segera lepas.

Pasalnya, dari empat nama calon Kepala Badan Otoritas Ibu Kota Negara (IKN) yang di kantongi Presiden Joko Widodo (Jokowi), tidak ada nama Anies Baswedan.

Justru sebaliknya, nama Ahok yang pernah dipecundangi Anies pada Pilgub Jakarta 2017 lalu, masuk dalam deretan empat kandidat calon pemimpin ibu kota baru.

Seperti dilansir detikcom, Selain Ahok, tiga nama lainnya yang juga dipilih Jokowi adalah Bambang Brodjonegoro, Tumiyana, dan Azwar Anas.

Namun menurut pakar komunikasi politik, Hendri Satrio (Hensat), Ahok dinilai punya tempat istimewa di mata Presiden Jokowi.

"Tapi ya kayaknya Pak Ahok ini spesial di mata Jokowi," kata Hensat, kepada wartawan di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Kamis (5/3/2020).

Masih dilansir dari detikcom, Ahok dulu memang pernah menjadi tandem Jokowi dalam memimpin Jakarta. Ahok kini adalah Komisaris Pertamina, perusahaan BUMN. 

Menurut Hensat, Ahok perlu membuktikan diri dulu di perusahaan BUMN itu sebelum menjadi pemimpin ibu kota baru.

"Jadi menurut saya di Indonesia ini Pak Basuki capable di mata jokowi. Tapi sebagai Komut Pertamina, dia harus buktikan dulu," kata Hensat.

Jika saja, pada akhirnya Jokowi memberikan kepercayaan pada Ahok untuk memimpin IKN. Itu artinya mantan Bupati Belitung Timur itu kedua kalinya memimpin ibu kota, setelah sebelumnya ibu kota masih bernama Jakarta.

Dan jika boleh penulis berandai-andai, jika terpilih, mungkin dalam hati Ahok akan bicara seperti ini pada Anies Baswedan, " Gue emang kalah di Jakarta. Tapi di sini (IKN), gue lah pemenangnya."

Ya, itu hanya praduga penulis, bisa ya, bisa juga tidak. Namun intinya, jika ibu kota baru sudah resmi pindah ke Provinsi Kalimantan Timur, Anies Baswedan sudah bukan lagi gubernur Ibu Kota. Terimakasih

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun