"Sudah..sudah hentikan...!" Teriak Herman.
"Apa maksud semua ini?" Tanya Mita pada Herman.
"Dia memang ibuku. Tapi aku malu punya ibu seperti dia" Jawab Herman, sambil menudingkan telunjuknya ke arah Halimah yang sedang bercucuran air mata.
"Kenapa?" Teriak Mita.
"Karena kakinya buntung. Aku malu mengakuinya seorang ibu" Jawab Herman tegas. Wajahnya memerah, menahan amarah dan malu.
"Anak durhaka. Jaga bicaramu..!" Tiba-tiba Arman membentak keponakannya yang sudah dianggap keluar batas kesopanan.
"Kamu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu tahu, kenapa kaki ibumu sampai buntung?" Imbuh Arman.
"Jangan. Jangan kau lanjutkan omonganmu. Teteh mohon...!" Cegah Halimah pada adik iparnya.
Mita dan Herman menjadi bingung dengan peristiwa yang ada di depan matanya.
"Tidak teh. Dia harus tahu kebenarannya. Aku tidak mau dia terus-terusan menghina teteh seperti itu"
"Teteh mohon jangan...!" Halimah terus menangis. Melarang adik iparnya untuk berterus terang tentang akibat kakinya yang buntung.
Namun Arman sudah bulat untuk menyampaikan kebenarannya. Laki-laki itu menghampiri Herman dan memegang pundaknya.