"Lalu kenapa kotak wasiat ini ada tiga. Karena ayah kalian juga ingin mewariskan sebagian hartanya pada Prama. Orang yang selama ini mengurusnya dengan baik dan penuh tanggung jawab layaknya bakti seorang anak pada orang tua" Susul pengacara ini.
"Udahlah pak pengacara jangan bermain teka-teki. Apa maksudnya dengan kotak-kotak ini?" Tanya Guntara tak sabar.
"Masing-masing kotak ini adalah surat yang isinya daftar harta yang akan diwariskan. Nah masing-masing kalian silahkan ambil satu kotak itu dan tandatangani surat pernyataan yang sudah saya siapkan sebagai bukti kepemilikan yang syah" Tutur pengacara.
"Sok kamu mau pilih kotak mana?" Tanya Yudistira pada Guntara.
Tanpa pikir panjang, Guntara langsung memilih kotak kayu jati berlapis emas. Pun dengan Ginanjar memilih kotak kayu serupa. Tinggal satu kotak butut yang otomatis milik Prama. Namun, pemuda ini tak serta merta menerimanya.
"Maaf tuan, bukannya saya menolak. Tapi saya merasa tidak berhak dengan semua ini" Ucap Prama.
"Apa karena kotaknya butut?" Selidik Yudistira.
"Sama sekali bukan tuan. Pengabdian saya pada tuan itu ikhlas tanpa mengharapkan imbalan apapun. Sekalipun tidak diberi, saya bakal terus merawat tuan dengan baik. Karena itu tujuan hidup saya" Tutur Prama lagi, yang di respon Yudistira dengan penuh haru. Sementara Guntara dan Ginanjar mencibir alasan Prama. Mereka pikir, itu semua hanya akal bulus Prama semata.
"Kalau begitu terima kotak ini. Anggap ini bukan pemberian, tapi amanat dariku" Tutur Yudistira.
Merasa diberi amanat, dengan berat hati, Prama pun menerimanya.
Setelah masing-masing menerima kotak dan menandatangani surat pernyataan. Si Pengacara menyuruh kotak itu dibuka.
Guntara mendapatkan puluhan hektar tanah dan ratusan gram emas batangan yang tersimpan di bank. Ginanjar mendapatkan rumah, Â perhiasan peninggalan ibunya serta uang yang tersimpan di bank. Keduanya langsung bersorak kegirangan setelah tahu apa yang mereka dapatkan.