"Ah itu hutan kan sudah tidak sesuai tata ruang kota. Hutan itu harus menyesuaikan kota. Kamu tahu tidak?" ungkapnya, sambil meludah ke samping kiri.
"Mengapa hutan yang harus menyesuaikan?, bukankah sebaliknya, yang harus menyesuaikan itu kota terhadap keberadaan hutan? hutan adalah inti dari kehidupan" Timpal si kakek.
Melihat perlakuan kasar terhadap si kakek renta, aku terkejut. Pejabat yang selama ini aku anggap anomali dari lingkaran pejabat korup, ternyata setali tiga uang. Wajah idealis yang dia perlihatkan selama ini, rupanya sebatas topeng pencitraan.
"Badut politik" gumamku.
"Kamu jangan ngomong sembarangan! Lagian kamu tetap melarat kan di sana?" Tegas anggota parlemen itu terus memperlihatkan watak aslinya.
"Hey pak tua, perlu kamu ketahui, hutan itu akan kami ubah jadi tempat wisata yang besar" geram si pejabat.
 "Dasar rakyat kecil!!!, pikir dong nanti kamu bisa bekerja di sana, dan semoga kamu tidak melarat lagi"
Mendengar penjelasan kasar si pejabat, si kakek tertegun sebentar, lalu kembali bertanya.
 "Apakah bapak tidak mempunyai kebijaksanaan untuk menolak itu semua?"
"Pernahkah bapak berpikir bahwa hutan itu adalah titipan untuk generasi mendatang?"
"Ah, sok pintar kamu rupanya. Saya lebih bijaksana daripada kamu. Nanti akan ada banyak uang yang mengalir untuk pemerintah"