Novel ini mengajarkan kita bahwa pertempuran terbesar dalam hidup ini adalah pertempuran melawan diri sendiri, melawan rasa takut dan ego yang seringkali membutakan mata kita akan hakikat sejati kehidupan.
“Saat itu terjadi, kau telah pulang, Bujang. Pulang pada hakikat kehidupan. Pulang, memeluk erat semua kesedihan dan kegembiraan.” Kata Guru Bushi (Hal.388)
Bagi yang suka dengan dwilogi Negeri Para Bedebah dan Negeri di Ujung Tanduk, amat disarankan membaca novel ini. Namun jika anda lebih suka membaca kisah drama yang mengharu biru, anda akan kecewa. karena sentuhan keharuan dalam novel ini sangat sedikit, hampir tidak berasa di tengah banyaknya ketegangan dan informasi baru mengenai dunia ilegal yang menjadi latar belakang di dalam novel ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H