Mohon tunggu...
eko supriyanto
eko supriyanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presiden dan Pemimpin Harus Warga Negara Asli

10 Oktober 2016   11:22 Diperbarui: 10 Oktober 2016   11:31 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada minggu berikutnya, sidang kembali dibuka. Sebelum masuk keperkara, tiba-tiba terjadi interupsi perwakilan masyarakat yang berkeinginan memasukkan materi gugatan baru atas kasus yang sama.

“Kami berasal dari perwakilan dari Masyarakat Asli Kepulauan Nusa Yang Mulia,” kata pengacara yang mewakili kelompok tersebut. 

Ketua Majelis Hakim lalu meminta mereka menyatakan pendapatnya.“Yang Mulia, keaslian ras Austronesia yang sekaligus menjadipenanda keaslian warga negara tidak cuma bisa dirunut secara genetik dan historis, tapi juga antropologis dan sosiokultural.”

“Bisa tidak Saudara langsung ke arah masalah dan tidakbertele-tele,” Ketua Majelis Hakim memotong tidak sabar.

“Baik Yang Mulia,” pengacara itu menyahut. “Selama ribuan tahun kami masyarakat asli mempercayai penanda jagat leluhur. Kami mengenali pohon tidak sekadar pohon, sungai bukan sekadar sungai, bukit bukan sekadar bukit, gunung bukan sekadar gunung. Mereka adalah simbol kehidupan. Lihatlah Yang Mulia, pengaruh asing telah mereduksi mereka sebagai benda. Kami tidak karena kami masih mempertahankan ajaran leluhur kami, meskipun mungkin sebagian kami sudah ke masjid, ke gereja, atau beribadat menurut cara kami sendiri. Kami menginginkan salah satu syarat keaslian warga negara adalah penghargaan dan penghormatan terhadap warisan leluhur yang sudah tertanam selama ribuan tahun – baik itu berupa simbol budaya maupun spiritualitas. Jika calon tidak memiliki rasa hormat terhadap hal tersebut maka yang bersangkutan pantas diragukan keasliannya sebagai warga negara. Dan karena itu yang bersangkutan tidak diperbolehkan mencalonkan diri sebagai pemimpin, baik yang skalanya lokal maupun nasional.”

Ketua Majelis Hakim terdiam, seperti dia tidak tahu mesti berkomentar bagaimana. Mereka kemudian saling berbisik di antara mereka. Di tengah keheningan, seseorang berteriak keras dari belakang.

“Yang Mulia, kami mewakili masyarakat Kepulauan Timur mengajukan gugatan terhadap masalah yang sama. Karena itu Yang Mulia mohon izin untuk menyuarakan pendapat kami,” kata salah seorang dari mereka.

“Yang Mulia, keaslian tentu ada kadarnya. Seperti emas  – ada22 karat, 24 karat, ada sepuhan. Dilihat dari sejarahnya, kami sudah mendiami negeri kepulauan sejak berpuluh ribu tahun lalu. Nenek moyang kamilah yang mula-mula datang dari Afrika, mereka berjalan menyusuri dataran rendah di Daratan Sunda dan naik rakit menyusuri sungai-sungai ....”

“Sekitar 50 ribu tahun lalu, mereka bergerak ke timur dan menyeberangi laut dalam, lalu mendarat ke Daratan Sahul – daratan pulau kecil dan besar yang dulu menyatu dengan Benua Australia. Nenek moyang kami tiba di Kepala Burung dan Halmahera sejak 40 ribu tahun lalu. Mereka menemukan sumber pangan baru: sagu, pisang, kenari. Mereka menyusuri pantai utara Sahul yang kini menjadi bagian pantai utara Papua. Sebagian kami menyusuri dataran tinggi pegunungan, dan menjadi salah satu suku bangsa pertama yang mendiami dataran tertinggi pada masa-masa awal sejarah manusia. Di dataran tinggi Yang Mula, nenek moyang kami menemukan banyak sekali kelapa hutan. Paling enak kalau diasap Yang Mulia ...”

“Saudara pembawa perkara, tidak usah bicara soal makanan, sudah siang ... bikin laper saja!” kata Ketua MajelisHakim memotong.

“Maaf Yang Mulia. Kami hanya ingin menegaskan bahwa secara genetik, historis dan antropologis, tidak bisa diragukan keaslian kami sebagai warga negara. Nenek moyang kamilah yang mula-mula tinggal di Daratan Sunda dan Sahul. Kami lebih asli dibanding yang lainnya. Keaslian kami 99% Yang Mulia! Kami emas 24 karat Yang Mulia!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun