"Hai baru tiba Rek?" jawab Agus panggilan jawanya Domingus seorang mahasiswa universitas terkenal di Salatiga.
"Kayak anak mama aja kau Ndes?" sambung Guteres mahasiswa asal Indonesia Timur yang lain.
"Sori Nda, aku semalam begadang jadi bangun kesiangan" kilah Elba pada mereka.
"Udah sarapan belum kalian?" sambung Elba pada kawan-kawan senasibnya bergaya boss.
"Belum semua El, si Bapak belum datang jadi kita terpaksa nahan lapar nih" jawab spontan dari Ari, mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga yang tak pernah absen kegiatan di tempat berkumpul itu.
"Mau traktir kami apa Boss?" lanjutnya sambil nyolu dengan panggilan boss.
"Sama sih kalau belum makan, karena aku juga selalu bokek" jawab Elba.
"Dasar kere... sama aja gak bisa diharapkan" sungut Ari yang kelihatan mulai tak tahan kelaparan.
Pagi menjelang siang itu kembali mereka sibuk dengan tugas masing-masing menyusun rencana aksi dan merumuskan naskah drama katarsis yang akan dipentaskan di bundaran Tamansari pusat kota Salatiga. Rencana aksi itu akan dilakukan sebagai bentuk solidaritas korban penganiayaan dan pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat penguasa.
"Oh iya, bagaimana kabar pak George Junus?" Elba memecah keheningan menanyakan nasib Dr. George Yunus Aditjondro dosen kritis lulusan Boston University mengajar juga di Universitas Kristen Stya Wacana Salatiga.
"Rumahnya masih kosong El, semenjak ada teror orang tak dikenal dua malam lalu" jawab Ari terperinci menjelaskan.