"Iya Mak, Elba mau nginep dua malam di Pacelukan ini" jawab Elba lirih.
"Syukurlah kalau kamu mau nginep sini" sahut ibunya.
Melepas lelah perjalanan pulang Elba rebahan di resban atau kursi panjang sambil menunggu kepulangan ayahnya. Didera rasa kantuk Elba pun tertidur diatas kursi panjang ruang tamu rumahnya. Terlelap ia tidur hingga dengkurannya kedengaran oleh ayahnya yang sudah beberapa saat pulang dari dinasnya.
Ayahnya seorang mantri kesehatan berkantor di Puskesmas kecamatan Kandangan. Lebih dari tiga puluh tahun ia mengabdi membuatnya sangat setia pada pemerintah yang telah menggajinya. Tak hanya itu pemerintah juga menurut pemahamannya yang menjadikan dirinya dihormati tetangganya sebagai orang terpandang di dusun Pacelukan.
Dengan posisi seperti itu ayah Elba kurang nyaman dengan aktivitas anak pertamanya itu. Lebih-lebih bila terlalu jauh berseberangan dengan kebijakan umum pemerintah.ada rasa gelisah yang mengharuskannya untuk menyampaikannya pada Elba.
Pada momen yang tepat di malam hari sang ayah mendekati duduk Elba. Sambil tersenyum sang ayah memulai pembicaraan.
"Elba, bapak ingin kamu segera mencari pendamping hidup', begitu pembicaraan dibuka.
"Bapak sudah tua, tentu sangat ingin segera menimang cucu". ayahnya melanjutkan.
"Elba masih ingin mengejar cita-cita Bapak". Elba menjawab lirih.
"Bapak paham Elba. Tapi cita-cita bisa dicapai bersama istrimu nantinya", desak sang ayah.
Elba lalu berpikir tentang gadis bernama Ana yang selama ini begitu baik dan perhatian pada dirinya. Membayangkan parasnya, tutur katanya, kemanjaannya dan lain-lainnya. Akhirnya Elba mencoba memenuhi keinginan ayahnya.