Mohon tunggu...
E Fidiyanto
E Fidiyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan Muda

Menulis dengan Hasrat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cemburu Zubaidah

10 Desember 2018   10:34 Diperbarui: 10 Desember 2018   10:45 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kau nggak perlu mengelak,"

"Rupanya kau cemburu dengannya. Apa kau suka denganku?"

"Bukan itu."

"Lantas?"

Ia tak bisa berkata. Dari tatapan matanya, nampak menyiratkan sesuatu yang ia pendam. Mungkin ia jatuh cinta padaku. Wajar saja, mungkin ini yang dinamakan waiting tresna jalaran saka kulina. Jika sudah begitu, tak ada yang bisa lari dari kebiasaan ini. Semakin menghindar, api cemburu semakin kuat untuk ia menyatakan cinta.

Cinta memang tak kenal soal usia. Meski usia Zubaidah lebih tua dua tahun dariku, bisa saja cinta itu lupa usia. Tapi aku tak mungkin jatuh hati dengannya, meski kini statusnya tak jelas. Meskipun tubuhnya kini cukup menggoda, aku tak cukup terarik. Bahkan, buah dadanya nampak menonjol juga sedap dipandang, tapi aku menganggapnya sama seperti pertama aku berkenalan.

Tak bisa kubohongi perasaan ini. Aku pun betah berlama-lama menghabiskan waktu dengannya. Mungkin sama, aku menaruh cinta. Ada rasa nyaman ketika mata saling bertatapan tanpa rasa dosa. Juga ada kegelisahan tatkala beberapa hari tak berjumpa. Kedekatanku dengannya memang kini tak sekedar wajarnya persahabatan. Lebih dari itu. Sisa canda tawa kadang masih terngiang di alam romantika. Ada rindu di antara jeda perjumpaanku dengan Zubaidah.

Setelah beberapa kali aku membujuk dengan segala permintaan maaf, ia pun sedia minum teh poci yang sudah kupesan. Meskipun sudah hampir dingin didiamkan kekecewaan, rasa dan aroma teh poci yang khas sedikitpun tak berkurang. Ada perpaduan manis dan sepet rasa teh wangi. Tempe mendoan pun mulai ia santap dengan coletan kecap pedas. Melihatnya, membuatku menelan ludah. Mungkin perutnya kempong terlalu lama menunggu. Tatkala fokus pandanganku pada sosok Zubaidah yang tengah mengunyah, ada panggilan masuk di layar kaca yang sering kutaruh di saku.

"Aku angkat telepon dulu,"

Ia menghentikan makannya dan menoleh ke arahku. Matanya nyalang seolah tak terima kemesraan ini terganggu. "Dari siapa?"

"Nomor baru, nggak tahu." jawabku sambil menjauhkan diri dari Zubaidah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun